Makna Headline bagi Kompasianer

Lama sekali saya tidak menulis di kompasiana. Saking lupanya, saya tidak ingat kapan terakhir menulis di sana. Seperti yang lain, ide menulis sebenarnya kerap muncul, tapi eksekusinya yang sering gagal. Akibatnya, ide-ide itu menguap tanpa bekas. Yang tersisa hanya sisa-sisa kata yang taktahu bagaimana merangkai alurnya. 

Mulanya saya sangat semangat menulis tentang kemenangan Trump di Pilpres Amerika November silam. Namun, kesempatan fokus menulis yang tak kunjung disempatkan membuat ide berikut gambaran tentang alur tulisan itu menguap pelahan hingga hilang. Akhirnya, ya sudah, tak ada ide menarik lagi untuk ditulis. Saya agak menyesal sebetulnya karena momentum menulis tentang Trump saat itu sedang hangat-hangatnya. Di koran langganan saya, hampir tiap hari opini yang dimuat bicara tentang Trump dari berbagai sudut pandang. Saya memang tidak atau lebih tepatnya belum berencana mengirimkan tulisan itu -kalau sudah jadi- ke media cetak. Cukuplah saya posting di Kompasiana. Mengapa Kompasiana? Karena saya yakin tingkat keterbacaannya. Kalau di blog pribadi, bisa jadi hanya saya yang membaca. Kebetulan di blog baru ini, saya belum punya follower yang akan membaca setiap tulisan yang saya posting.

Saat label penistaan agama mengemuka, saya belum tertarik menuliskannya. Saya merasa belum punya cukup referensi untuk menyoal pembahasan itu. Ketika masalah makin memanas, saya masih menjadi pengamat yang diam. Ternyata kasus itu menimbulkan reaksi dahsyat yang direalisasikan dalam aksi 411 dilanjutkan 212. Meskipun pada 411, ada kerusuhan di malam harinya, aksi 411 dinilai berjalan tertib dan damai. Begitu pula aksi 212, takhanya tertib dan damai, tetapi juga tak ada sampah berserakan yang tertinggal. Maka tak heran, jika banyak pihak terlebih saudara-saudara yang terlibat langsung dengan aksi itu berucap, "Masya Allah..." Ada keharuan luar biasa saat mengikuti aksi dan meninggalkan lokasi aksi. Ada kebahagiaan, kebanggaan, dan mungkin keimanan yang bertambah sekian persen di hati masing-masing. Wallahualam....

Namun, ketertiban dan kedamaian di dunia nyata tak berhasil mendinginkan panasnya dunia maya alias media sosial. Berbagai komentar penghakiman, komentar caci maki, hinaan, dan sebagainya yang membakar hati dan memerahkan telinga berlalu-lalang di beranda. Ada yang meresponsnya dengan takkalah sengit, ada yang mendiamkan, bahkan ada pula yang langsung memutuskan pertemanan. Berbagai reaksi di media sosial makin lama makin mengkhawatirkan. Kekhawatiran itu membuat saya ingin menulis lagi. 

Kekhawatiran yang tidak hanya dilatarbelakangi kasus penistaan agama, tetapi juga beberapa peristiwa terakhir yang berlatar agama. Penghentian ibadah KKR di Sabuga dan permintaan diturunkannya spanduk Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) di Yogyakarta karena memasang foto mahasiswa berhijab. Keduanya dilakukan oleh ormas Islam dengan alasan-alasan yang bisa dibaca di media massa lalu dibumbui dengan beragam subjektivitas di status-status media sosial. 

Saat itu, 8 Desember 2016, saya hanya ingin menulis dan berharap ada yang sempat membaca tulisan saya lalu merenungkannya. Saya tak berharap ia akan masuk headline, terpopuler, atau mendapat nilai tertinggi. Kalau bisa masuk artikel pilihan, itu sudah bagus, pikir saya. Esok paginya, saya cek tulisan saya. masuk ke bagian mana? berapa banyak yang membaca? Betapa bahagianya saya pagi itu, tulisan saya masuk headline Kompasiana. Ciri tulisan masuk headline adalah admin Kompasiana akan menyisipkan capture gambar pada tulisan kita. 

Duluu, sekira tahun 2012, tulisan saya pernah masuk headline Kompasiana juga. Ada capture gambar yang ditambahkan adminnya. Perasaan saya senang sekali. Itu artinya, isi tulisan kita diakui berkualitas oleh Kompasianer (sebutan untuk pengguna Kompasiana). Parameternya, tulisan kita dibaca 900 orang sehingga bisa menjadi headline. Bagaimana caranya agar tulisan bisa masuk headline? dari yang saya amati , tulislah tema-tema yang sedang tren, yang masih sangat aktual, dan masukkan data ke dalamnya. Kecuali jika kita ingin menulis puisi atau cerpen, takselalu harus pilih tema aktual.

Saya mengetahui caranya, tetapi tidak selalu berhasil mempraktikkannya. Memilih tema dan menuliskannya tidak mudah, bagi saya. Harus ada alur logis yang terangkai dalam tulisan, ada data yang bisa dimasukkan agar tulisan kita menarik dan bernas. Untuk itu, bukalah mata, telinga, tajamkan hati, dan kemampuan logika kita untuk menganalisis masalah. Jika semua itu terasah, biasanya tulisan-tulisan kita akan bernas dan menarik dibaca. Itu pun nasihat sekaligus tips bagi saya sendiri 😊




 
 

Renungan Kematian

Hari Minggu kemarin, saya dan keluarga menjenguk tetangga sebelah yang dirawat di Rumah Sakit Kebon Jati, Bandung. Karena terbiasa memanggil `Mbah`, setibanya di rumah sakit, mulanya saya bingung juga nama beliau saat bertanya pada satpam lokasi ruangan Bougenville tempat beliau dirawat. Setelah menelepon Ibu RT, akhirnya saya tahu nama beliau, `Ibu Supiah`. Duh, hampir dua tahun kami bertetangga, saya takpernah mengetahui nama beliau. Betapa saya tetangga yang payah karena terlalu sibuk bekerja.
Ruang Bougenville terletak di lantai 2 gedung ini. Saya baru dua kali menjenguk relasi di rumah sakit ini. Kali pertama kalau tidk aslah semasa SMP, waktu itu, saya bersama teman-teman sekelas menjenguk wali kelas kami. Bangunan rumah sakit ini kusam, terkesan tidak terawat. Kesan lain yang tertangkap adalah bagnunan ini seperti sedang direnovasi.  Semoga kesan kedua yang benar. Entah karena bangunan tua entah karena kusamnya, jika kelak terpaksa harus dirawat di rumah sakit, semoga dirawat di rumah sakit yang nyaman dan terawat baik.

Ruangan tempat Mbah Supiah dirawat ada di ujung lorong. Syukurlah lorong ini terbuka sehingga udara segar terhirup leluasa. Kamar 239 tertulis di bagian atas kusen pintu masuk. Ada empat tempat tidur di ruangan tersebut. Masing-masing tempat tidur dipisahkan tirai berwarna coklat. Saya mengecek empat tidur itu. Melihat pasien yang terbaring di atasnya. Adakah Mbah Supiah di sana? Ternyata Mbah Supiah ada di tempat tidur pertama dekat pintu masuk. Tubuhnya sangat kurus. Erangan kesakitan takhenti terdengar dari mulutya. Tangannya yang diinfus takbisa diam. Aroma taksedap menguar dari ruang tempat tidurnya. Beliau tidak menyadari kedatangan kami.
Ibu mertua mengajak saya keluar ruangan. Saya pun mengajak anak saya, Lintang, keluar. Sementara itu, ibu saya masih ada di dekat Mbah Supiah. menyentuh tangannya, meluruskan tangan berinfus itu agar takbanyak bergerak. Takada siapa pun di dekat Mbah Supiah. Namun, saya melihat ada seorang wanita dan dua orang pria paruh baya di luar ruangan. Saya masuk lagi ingin melihat keadaan Mbah Supiah saat perempuan paruh baya bermasker itu masuk juga ke ruangan Mbah Supiah. Ia ternyata adiknya. Ibu saya berbincang cukup lama dengannya, sedangkan saya memutuskan kembali ke luar karena taktahan dengan aroma taksedap yang menguar memenuhi ruang tempat tidur itu.

Selang beberapa menit, kami berpamitan diiringi doa semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuk Mbah Supiah dan keluarga yang merawatnya. Kondisi Mbah Supiah masih terbayang-bayang di benak saya bahkan setelah kami tiba di rumah sore harinya. Erangan kesakitan beliau, tubuhnya yang tinggal tulang dibalut kulit, dan aroma tidak sedap yang menguar dari kamarnya. Ibu saya bilang, beliau menderita kanker kelenjar getah bening stadium IV. Kanker kelenjar getah bening disebut juga limfoma. Seperti semua kanker, itu adalah pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel di sekitar kelenjar getah bening. Kanker ini berkaitan dengan sistem limfatik pada tubuh kita. Sistem limfatik pada tubuh kita berfungsi sebagai penjaga kekebalan tubuh. Jika limfatik tidak bisa bekerja maksimal,daya tahan tubuh akan melemah. 
Sebenarnya kondisi demikian dialami oleh semua penderita kanker apa pun. Intinya jika tubuh kita tidak mendapat asupan salah satu unsur yang dibutuhkan, daya tahan tubuh akan melemah. Saya hanya bisa berdoa di dalam hati, semoga Tuhan memberikan yang terbaik. Menjelang Maghrib, Ibu RT yang tinggal berseberangan dengan saya membawa kabar duka. Mbah Supiah meninggal dunia pukul 17.00 tadi. Saya yang sudah bersiap hendak solat Maghrib segera ke halaman. Ibu RT dan ibu saya sedang membahas kabar itu. Meskipun jarang berinteraksi dengan Mbah Supiah, saya merasa sedih. Tetangga yang ramah dan baik hati. Beliau tempat saya bertanya saat saya baru pindah ke rumah ini. Beliau juga kadang ikut mengawasi putri saya saat saya bekerja. Warung kecilnya membantu orang-orang sekitar memenuhi keperluan mendadak. Yah, seperti kata peribahasa, " Orang baik selalu mati muda."

Saya menjadi teringat paman saya, adik ibu, yang meninggal dua bulan lalu. Beliau meninggal karena kanker hati. Penyakit yang sama dengan ayah saya 23 tahun silam. Orang-orang baik yang dirasa sangat cepat pergi. Saat-saat mereka sakit masih teringat di benak saya. Tubuh yang sangat kurus, rasa sakit yang tak tertahankan, dan biaya besar yang harus dikeluarkan untuk pengobatan. Masa-masa sulit itu mengingatkan saya pada bayangan seperti apa kondisi saya saat dijemput malaikat maut kelak? Apakah saya akan merintih kesakitan dalam waktu yang panjang? Apakah tubuh saya yang sudah kurus ini akan semakin kurus dan tampak memprihatinkan? Apakah asuransi saya cukup untuk membiayai semua pengobatan? Apakah saya bisa tetap sabar dan optimis menyikapi sakit saya? Wallahualam..Hanya Tuhan yang tahu seperti apa saya jika waktu itu tiba.

Lalu Lalang Pikiran

Selamat pagi . . . 

Cukup cerah Kamis pagi ini. Kecerahannya tidak menyurutkan berbagai pikiran yang lalu lalang di kepala saya. Banyak hal minta diurai agar takjadi beban. Bagaimana pun klasifikasi masalah atau tugas itu perlu dilakukan.

Ada dua naskah yang sudah ditunggu penerbit. Saya menjanjikan akhir minggu ini selesai. Sayangnya, inkonsistensi menghambat lagi. Dua hari kemarin saya keasyikan membaca Intelegensi Embun Pagi-nya Dee. Buku ini saya beli April 2016 silam dan baru dibaca dua hari kemarin. Sebelum 2016 berakhir, buku ini harus selesai. Resensinya menyusul. Akan saya tulis setelah resensi Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto karya Mitch Albom saya selesaikan. Sebelum 2016 berakhir, harus ada resensi yang saya kirim ke media. Dimuat atau tidak, itu urusan lain. 

Nah, karena keasyikan membaca itu, slogan "tar sok..tar sok..." melanda saya. Di hari Kamis ini, kesadaran itu menyeruak lagi. INGAT! modal penulis freelance adalah kepercayaan agar ada proyek-proyek lanjutan. Makanya, sengaja saya bangun pukul 03.19 dinihari untuk melanjutkan menyelesaikan naskah buku Akpol Akmil ini. Namun, ternyata saya masih belum memaksimalkan waktu dengan efektif. Hiks . . . kesadaran tak berdaya lagi. 

Agenda lain yang lalu lalang di pikiran adalah kegelisahan tentang 4 November lalu dan kemenangan Trump di Pilpres Amerika kemarin. Meskipun saya hanyalah seonggok debu di dunia ini, tetap saja saya peduli dan memperhatikan semua hal yang terjadi baik itu dekat maupun jauh dari jangkauan saya. Ide dan alur tulisan sudah menari-nari di benak saya. Sayangnya, saat duduk di depan laptop. Adaa saja hal yang mengalihkan perhatian. Mulai dari mampir sebentar yang akhirnya lama di FB, membaca pesan-pesan Whatsapp sampai urusan rutin rumah tangga yang tak ada habisnya. Akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul 09.24, saya masih belum apa-apa. 

Image result for selamat pagi
Selain itu, ada beberapa tulisan yang seharusnya sudah saya revisi dan kirim ke beberapa media. Karena tidak punya banyak referensi tentang media-media daerah, seringkali saya buntu akan mengirimkan tulisan-tulisan itu ke mana? Masa targetnya cuma Kompas, Bobo, Pikiran Rakyat, Femina, dan Ummi selalu? Mentang-mentang media cetak itu yang saya akrabi atau mudah saya akses atau yang saya sukai. Membaca karya-karya teman-teman penulis di FB yang berhasil menembus media-media daerah membuat saya mengatur ulang strategi. Kali ini, saya akan mencoba peruntungan saya di media-media daerah itu. Kangen rasanya membaca nama saya di media cetak, seperti tahun 2014 lalu saat resensi saya dimuat di Kompas. Rasanya tak ada kebahagiaan yang lebih dari itu. Hati saya sumringah selama seminggu. hahaha...


Baiklah, sesi curhat selesai. Ditemani semangkuk sayur kacang merah, roti bumbu selai kacang dan meses, serta secangkir teh hangat, saya lanjutkan naskah Akpol Akmilnya. Semoga semua orang berbahagia meski
 Trump menang. "Selalu ada harapan," kata Obama. eaaa...


Praktis Menulis dengan Keyboard Wireless Super Slim

  Alhamdulillah keyboard bluetooth baruku bisa berfungsi. Setelah tadi pagi sempat khawatir karena sulit menghubungkan bluetooth antara tablet lenovo yoga dan keyboardnya, malam ini aku berhasil menghubungkan keduanya. Yippieee... Senangnya! Impianku punya keyboard bluetooth untuk mempermudah pekerjaan menulisku terwujud sudah. Ini penantian yang panjang lho. Hampir setahun lamanya. Mempertimbangkan berulang kali untuk membeli keyboard bluetooth karena keyboard bawaan lenovo yoga tidak bisa dipakai lagi. Sayang banget padahal. Kabel chargernya nggak ada makanya pas baterai keyboard habis, ya sudah dia pun nggak bisa dipakai untuk selamanya.
  Mulanya, aku mau beli keyboard bluetooth Logitech yang harganya Rp 388.000,00, tapi masih maju mundur alias ragu-ragu. Beli nggak ya, sayang duitnya. Kuputuskan tidak membelinya dengan alasan aku masih bisa pakai notebookku, Si Abu, yang setia menemaniku sejak Desember 2011 silam. Alhasil kuabaikan keinginan punya keyboard bluetooth baru. Yah, meskipun setiap lewat depan etalase kaca Gramedia Merdeka, aku tetap ngiler  lihat keyboard bluetooth Logitech. Rasa ingin memilki itu masih tetap ada. eaaa....
          Hingga pada suatu hari, misua mengirimkan link Tokopedia yang menawarkan keyboard bluetooth. Harganya miring Rp 150.000,00, warna-warni pula. Jadi mupeng lagi. Misua langsung merekomendasikanku membeil keyboard itu. Yah, secara dia tahu betapa aku sangat ingin keyboard bluetooth untuk mempermudah aktivitas menulisku. Terlebih sejak hamil, punggungku mudah pegal kalau bawa ransel berat karena ada laptop. 
  Toko Gwen Store menyebutnya keyboard wireless super slim. Supaya tidak menyesal kemudian, aku tanya-tanya dulu ke penjualnya tentang pengoperasian keyboard ini. Apakah ini benar-benar keyboard bluetooth? Apakah ganti baterai atau pakai kabel charger? Apakah cocok digunakan bersama Lenovo Yoga B8000? Penjual keyboard ini, Toko Gwen Store, menjawab pertanyaan-pertanyaanku dengan jelas dan cepat. Keyboard ini bisa dipasangkan dengan MAC, IOS, Android, Win PC, dan tablet selama semua perangkat itu ada bluetoothnya. 
         Puas dengan penjelasan Toko Gwen Store, kuklik pilihan "Beli". Pelayanan 
Tokopedia pun memuaskan. Persetujuan pembelian beserta pembayaran kulakukan tanggal 13 Oktober 2016. Total biaya yang harus kubayar ditambah ongkir dan biaya layanan adalah Rp 163.415,00.  
      Laporan dari Tokopedia yang kubaca di emailku menyatakan barang dikirim sehari kemudian, 14 Oktober 2016. Jarak Jakarta-Bandung hanya membutuhkan waktu sehari. Keyboard yang kutunggu datang 15 Oktober 2016. Keyboard dikemas rapi dan aman. Sayangnya, tidak kutemukan buku petunjuk di dalam dusnya. Isi dus itu hanya keyboard mini dan kabel charger tanpa kepala. Kukirim pertanyaan ke toko penjual, tetapi tak ada respons. Mungkin tak ada pelayanan purnajual, tapi beberapa testimoni direspons, beberapa yang lain tidak. Ya sudahlah,  kuutak-atik sendiri sampai bluetooth-nya bisa dipasangkan dengan Lenovo Yogaku.
       Pertama, pencet tombol OFF/ON di sudut kanan atas. Kedua, pasangkan bluetooth di perangkat lain, aku menggunakan Lenovo Yoga B8000. Setelah bluetooth di perangkat lain terpasang, pencet tombol CONNECT di bagian kanan atas keyboard yang bersebelahan dengan tombol OFF/ON. Lampu simbol bluetooth pada keyboard akan menyala biru. Karena keyboard ini baru, kita harus men-charge-nya dulu selama delapan jam. Tulisan charger akan menyala merah selama keyboard di-charge.

tombol-tombol penting

ini dia si keyboard bluetooth itu
          Setelah tahapan pengoperasian selesai, keyboard wireless pun siap digunakan. Iseng kubandingkan dengan keyboardku yang dulu. Ukurannya memang cukup jauh. Lebih nyaman dengan keyboard bawaan Lenovo Yoga sih, tapi adanya keyboard baru ini harus tetap disyukuri. Cara mensyukurinya adalah dengan memaksimalkan kerja si keyboard :-)

beda jauh kan ukurannya?

    Euforia punya keyboard bluetooth baru ternyata belum menggenjot produktivitas menulisku. Tulisan ini kubuat sejak hari Jumat kemarin dan terus diperam hingga Sabtu siang ini. Namun, becermin dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, tulisan yang diperam terlalu lama akan menguap bersama waktu. Aku takmau hal itu terulang lagi. 
            Bersama keyboard wireless superslim, aku harus lebih produktif menulis. Tahun ini belum ada tulisanku yang dimuat di media. Buku yang terbit memang sudah dua, tapi itu buku kilat yang kukerjakan dengan ngos-ngosan. Ada dua buku yang antre harus diselesaikan.
pasangan baru Lenovo Yogaku

              Mengetik dengan mengandalkan bluetooth, bukan hal mudah. Memang praktis untuk dibawa ke mana-mana, tetapi tetap butuh kesabaran saat koneksi bluetooth menghilang. Seperti yang kualami selama menulis ini. Berkali-kali harus masuk ke setting untuk mengoneksikan bluetooth keyboard. Pun butuh kesabaran untuk mengatur spasi, font, mengirim gambar, dan memasukkan link ke dalam tulisan karena tidak pakai mouse. Secanggih-canggihnya teknologi touchscreen, tetep aja butuh mouse untuk mendukug pekerjaan penulisan.
           Anyway, keyboard wireless super slim ini semoga bisa menjadi partner baruku, menemani delapan jam kerjaku di kantor agar tak ada waktu terbuang percuma. Masalah-masalah kecil yang muncul harus bisa kuatasi. Ini mungkin faktor baru kenalan aja makanya masih terasa serbaribet. Ala bisa karena biasa kan? 😄                                                                                                                                                                                                                                                                                                    













Tips Menulis Resume Kekinian

Resume pekerjaan sebenarnya etalase awal bagi para pelamar kerja dalam memperkenalkan dirinya. Oleh karena itu, penting bagi para pelamar kerja untuk membuat resume pekerjaan yang khas sehingga meninggalkan kesan kuat bagi staf  HRD suatu perusahaan yang membacanya.
            Jika saat ini Anda sedang membuat resume pekerjaan, mulailah merancang sendiri resume Anda. Hentikan kebiasaan salin tempel dari banyak resume yang Anda jumpai di mesin pencari atau resume Anda sebelumnya. Jadikanlah berbagai contoh resume di mesin pencari itu sebagai panduan untuk membuat resume khas Anda.
            Perubahan trend yang berkembang di dunia kerja dari waktu ke waktu seharusnya diikuti pula oleh teknik penyusunan resume pekerjaan. Salah satu contohnya adalah pemasangan foto di resume pekerjaan. Dulu, foto yang dipasang biasanya pas foto ukuran 3x4 atau 4x6 dengan ekspresi wajah formal cenderung kaku. Kini, bagian HRD sudah terbuka dengan ekspresi lebih segar dalam foto yang dipasang di resume pekerjaan.

Hasil gambar untuk menulis resume


            Demikian pula dengan isi resumenya, Anda sebagai pelamar kerja harus lebih teliti dalam menjelaskan diri Anda agar tidak terkesan klise. Berikut ini ada beberapa kata yang seharusnya tidak dicantumkan dalam penyusunan resume pekerjaan.
            Pertama, kata “pekerja keras” harus Anda hindari. Dalam bekerja, tentu setiap orang wajib bekerja keras agar hasil pekerjaannya bagus dan target tercapai. Sifat ini bukan dituliskan, melainkan dibuktikan.

Hasil gambar untuk menulis resume
job-like.com
            Kedua, jangan menuliskan “dapat bekerja dalam tim”. Dalam bekerja, tentu setiap pekerjaan akan dilakukan dalam tim, Jadi, mau tidak mau, Anda harus siap bekerja dalam tim. Ingat juga! Jangan cantumkan kata tersebut jika Anda adalah seorang fresh graduated yang di atas kertas belum mempunyai pengalaman bekerja di dalam tim.  Sebaiknya sebagai seoang frsh graduated, Anda menjelaskan proyek yang sudah dikerjakan dalam tim saat masih di kampus.

            Ketiga, jika Anda ingin menyampaikan pesan bahwa Anda adalah orang yang bekerja teliti dan cermat, hindari memilih kata “berorientasi pada detail”. Karena dengan memilih kalimat tersebut, maknanya bisa dua hal : teliti atau tidak bisa membagi fokus. Tentu Anda tidak ingin meninggalkan kesan tidak bisa membagi fokus bukan? Sebaiknya, pilihlah kelebihan lain untuk mengesankan bagian HRD agar yakin Andalah orang yang mereka butuhkan.
            Keempat, banyak pelamar kerja mencantumkan kata “bertanggung jawab” dalam resumenya. Sifat bertanggung jawab sudah seharusnya dimiliki oleh pelamar kerja sebagai bukti kesungguhannya dalam bekerja. Lagipula, sifat bertanggung jawab akan terlihat dalam hasil tes psikotes selain akan terbukti pada saat bekerja. Agar perusahaan mengetahui Anda adalah seorang yang bertanggung jawab, sampaikan pengalaman Anda jika pernah menjadi ketua panitia atau memimpin sebuah proyek sebelumnya.
Kelima, hindari mencantumkan nilai gaji yang diinginkan dalam resume Anda. Nilai gaji biasanya dibicarakan pada saat wawancara kerja bukan di resume.
Demikian beberapa tips menyusun resume kekinian. Tulislah dengan objektif, hindari penggunaan kata yang bisa menjadi bumerang untuk Anda saat HRD mempelajari resume Anda. Mari mulai merapikan dan memperbaiki resume kita. Semoga sukses memperoleh pekerjaan yang diidam-idamkan demi hidup yang bahagia dan sejahtera.




If You feel Over Worry




Pernahkah Anda merasa sangat khawatir tentang sesuatu? tentang seseorang? atau tentang masa depan? Saya kira sebagian dari kita pasti pernah mengalami itu. Merasa sangat khawatir tentang masa depan dan merasa tidak berdaya terhadap sesuatu yang akan terjadi.

Ketidakberdayaan adalah akar dari kekhawatiran tak berujung. Seringkali ketidakberdayaan itu berujung pada keputusasaan; kehilangan harapan. Apalah artinya menjalani hidup tanpa harapan? Bukankah harapan adalah kesibukan kehidupan selain keinginan?

Harapan membuat hidup kita lebih hidup. Harapan identik dengan hal-hal positif. Hidup dengan harapan membuat kita bersemangat untuk melangkah maju terus dan terus. Namun, kadangkala ada yang  bilang jangan terlalu berharap jika tak ingin sakit. Saya kira segala sesuatu yang terlalu memang tidak baik. Hidup itu sakmadyanya saja, begitu nasihat orangtua. Berharap secukupnya, berkeinginan secukupnya, dan khawatir secukupnya.

Hasil gambar untuk don't worry
marciaconner.com
Namun, adakalanya kita terjebak pada kondisi yang sangat tidak nyaman. Kondisi yang membuat kita begitu khawatir sehingga merasa sangat tidak berdaya. Jika Anda saat ini ada pada kondisi tersebut, cobalah praktikkan beberapa tips berikut :

1. Hang out dengan teman-teman akrab Anda.
    Bercerita dan tertawalah bersama mereka. Singkirkan kekhawatiran yang sedang melanda. Dari      
    pelepasan sementara itu, akan ada saran yang bisa Anda pertimbangkan untuk mengurangi atau
    menyelesaikan kegundahan.
2. Menonton acara-acara komedi, film lucu, atau membaca buku-buku ringan, seperti komik untuk    
    menyegarkan hati.
3. Colouring books
   Maraknya buku-buku mewarnai dengan berbagai tema bisa menjadi media pelepasan sementara untuk    
   menyegarkan pikiran. Saat Anda mewarnai, emosi-emosi negatif bisa luluh dalam setiap warna yang Anda
   poleskan pada gambar.
4. Fokus pada hal-hal yang ada di depan Anda.
   Ada hal yang harus dilakukan dan diselesaikan dalam waktu dekat. Lakukan segera jangan ditunda. Satu  
  pekerjaan selesai lanjutkan pekerjaan lainnya sehingga tak ada waktu lagi untuk khawatir.
4. Mengubah visi hidup
   Mungkin sudah waktunya Anda mengubah visi jika visi yang Anda miliki saat ini malah membuat Anda  
   merasa tertekan.
5. Segelas minuman favorit dan pejamkan mata Anda.
   Teguk minuman favorit Anda pelahan, tarik napas dalam-dalam, dan embuskan pelahan. Nikmati udara di sekitar dan rasakan ketenangannya.
6. Berserah kepada Tuhan
   Manusia berencana, Tuhan menentukan. Yakinlah tak ada cobaan yang Ia berikan melebihi kemampuan  
   kita.


Hasil gambar untuk don't worry
linkedin.com
So, don't worry, be happy. Bayangkan emoticon smile yang ceria itu. Warna kuning dengan garis lengkung lebarnya membuat kita ceria dan bahagia lebih lama, terus..dan terus...
Bahagia adalah hak siapa pun dan apa pun di alam semesta. Termasuk Anda ;-)

Simergi Hati dan Pikiran Saat Menulis

Sinergi Hati dan Pikiran saat Menulis
Menulis sebaiknya memang dengan hati. Tulisan yang dihasilkan akan terasa hidup dan menyentuh siapa pun yang membacanya. Namun, dalam praktiknya, tidak semua tulisan bisa mengalir lancar saat ditulis dengan hati. Pikiran pun berperan penting. Bedanya, jika menulis berdasarkan pikiran belaka, hasil tulisan akan kaku dan tak bernyawa.  Karena itu, dibutuhkan peran hati dan pikiran saat kita menulis.

Kerangka tulisan biasanya disusun berdasarkan logika berpikir.  Agar tulisan sistematis, perlu dipikirkan urutan penyampaian ide dalam setiap bab sehingga tidak melompat-lompat atau tumpang tindih. Saat kerangka tulisan atau dikenal juga dengan sebutan outline selesai, peran pikiran digantikan oleh hati. Apakah sepenuhnya demikian? Ternyata tidak.

Kita bisa menyampaikan kegelisahan hati atau rasa penasaran atau asumsi awal tentang suatu hal yang menarik perhatian dalam kalimat utama. Di situlah peran hati. Selanjutnya dalam menjelaskan isi kalimat utama, pikiran berperan mengatur keruntutan penyampaian agar pembaca memahami ide-ide yang ingin kita sampaikan.

Maka dari itu, menulis bukan aktivitas setengah hati atau setengah berpikir. Menulis adalah aktivitas yang melibatkan hati dan pikiran bekerja sama; bersinergi agar tercipta karya yang bisa memengaruhi dan memberi pemahaman terhadap pembacanya.

Apakah keterlibatan hati dan pikiran berlaku juga pada karya fiksi? Jawabannya : tentu saja. Jangan dikira menulis fiksi lebih mudah ketimbang menulis nonfiksi. Kesannya menulis fiksi sama dengan bercerita pada diary. Padahal tidak demikian. Menulis fiksi berarti membangun cerita berdasarkan delapan unsur intrinsiknya, yaitu alur, penokohan, perwatakan, latar, gaya bahasa, sudut pandang, tema, dan amanat.

Delapan unsur intrinsik itu wajib dipenuhi. Tak boleh ada satu pun yang tercecer atau sengaja dihilangkan.  Konflik, alur, dan ending cerita menjadi tiga unsur yang wajib ditentukan saat kerangka tulisan dibuat. Mengapa demikian? Agar kita tidak kebingungan menentukan cerita dan mengelola konfliknya saat menulis secara utuh.

Fiksi identik dengan rekayasa. Sebagian orang malah menganggap menulis fiksi bisa suka-suka kita akan membuatnya seperti apa. Ternyata dalam proses kreatifnya tidak selalu bisa suka-suka. Bukankah sebenarnya karya fiksi lahir dari kegelisahan para penulis terhadap kondisi masyarakat? Jika ditelaah lebih dalam, karya-karya fiksi keren yang berhasil memengaruhi peradaban manusia adalah buah kecerdasan dan kekritisan para penulis menyampaikan sikapnya.




Semua ide yang tertuang dalam tulisan diramu dengan kata hati sehingga menghasilkan karya yang bisa menginspirasi sekaligus memengaruhi pembacanya. Tentu sebagian dari kita masih ingat pengaruh karya Multatuli, Saijah dan Adinda, terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Karya yang menceritakan penderitaan masyarakan Hindia Belanda akibat sistem tanam paksa memaksa Belanda menetapkan politik etis yang terdiri meliputi :

  1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
  2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
  3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.

Meskipun tidak diterapkan sepenuhnya di lapangan, kebijakan politik etis ini sedikit banyak menimbulkan perubahan bagi masyarakat Hindia Belanda.

Sementara di abad ke-21 ini, kita membaca lebih banyak buku yang berhasil menginspirasi dan memengaruhi masyarakat. Sebutlah beberapa judul, seperti Saman, Laskar Pelangi series, Hafalan Surat Delisa, Supernova series, Ayat- Ayat Cinta, Cantik Itu Luka, dan sebagainya. Belum lagi ditambah judul-judul buku fiksi anak yang turut mewarnai khasanah kekayaan alam pikiran para pembacanya.

Kecemerlangan karya-karya itu berkat sinergi antara hati dan pikiran. Hati meenjadi pelita bagi pikiran dalam menuangkan ide-idenya. Sementara, pikiran menjadi pengukur keruntutan alur tulisan agar tetap logis dan runtut. Karena itu, dibutuhkan konsentrasi penuh saat menulis. Aktivitas ini tak bisa dilakukan sambil lalu. Saat jari-jari kita mengetik tuts-tuts keyboard, hati dan pikiran kita mengumpulkan konsentrasi untuk menyusun kata dan menciptakan alur yang sistematis, hidup, dan logis.

Agar bisa fokus menulis,  beberapa hal  yang harus disiapkan dan dilakukan 
  • Kondisi fresh saat hendak menulis.
  • Minum air putih yang cukup.
  • Selesaikan dulu semua pekerjaan rumah.
  • Pastikan Anda sudah banyak membaca bahan tentang tema yang akan ditulis.
  • Singkirkan gawai dari jangkauan Anda.
  • Menulislah di tempat sepi agar fokus Anda tidak mudah terganggu.

2      Anda yang rajin menulis pasti bisa menambahkan jika ada yang kurang. Selamat melanjutkan menulis ^^

Remaja Menulis

Remaja Menulis

Hari ini saya mengajar di kelas XI IPA. Temanya tentang film. Sayangnya, saya lupa membawa film yang akan kami tonton di kelas. Rencananya saya akan mengajak siswa kelas XI IPA menonton film keren Dead Poet Society yang dibintang aktor hebat almarhum Robin William.
Sejenak saya menimbang – nimbang apa yang harus saya lakukan di kelas agar materi film ini menarik. Saya harus mencari cara lain karena beberapa minggu lalu, kami baru saja belajar drama. Sementara pokok bahasan film pun sama dengan pokok bahasan drama di dua bab ini. Keduanya membahas tentang unsur – unsur intrinsik dan ekstrinsik. Isinya tetap sama.
Saya pikir jika saya membahas film dengan materi yang sama seperti saat membahas drama, siswa akan bosan. Setelah memutar otak, saya putuskan meminta siswa menceritakan kembali film yang mereka tonton.
Agar rencana berjalan lancar, saya menyediakan berlembar -lembar kertas untuk mereka. Kalau mereka diminta mengeluarkan kertas sendiri, alasannya pasti banyak dan rata -rata akan bilang,”Wah, nggak punya kertas,Bu.”
Saat saya minta mereka menceritakan kembali film paling berkesan yang pernah ditontonnya, ada yang menawar untuk bercerita secara lisan saja. Nah kalau lisan, yang ada hanya segelintir orang akan bercerita panjang lebar. Siswa – siswa pendiam hanya akan bercerita dalam sepatah dua patah kata. Kalau ingin para pendiam ini bercerita banyak, saya harus bertindak seperti pewawancara. Bertanya ini itu agar mereka mau menggali kenangannya.
Ide meminta para siswa menulis ternyata ide bagus, menurut saya sih.hehehe…Ketika kertas sudah diterima, semua siswa fokus menulis menuangkan ingatan dan kesan – kesannya.
kelas menulis.jpg
doc.pribadi.
Melihat mereka menulis rasanya hati saya adem sekali. Yah, meskipun ada yang mendadak googling untuk merefresh kembali film yang pernah ditontonnya, saya mengapresiasi usahanya.  Sayang, saya tak sempat memotret hasil tulisan mereka. Oh ya, dua orang di belakang yang sedang mengobrol itu sudah menyelesaikan tulisannya. Jadi, saya biarkan mereka berbisik – bisik bercerita.
Remaja memang seharusnya menulis. Di usia full energy ini, mereka pasti punya banyak kegelisahan, keinginan, harapan, dan imajinasi yang mungkin melampaui ruang dan waktu. Sayang sekali jika gagasan -gagasan brilian menguap begitu saja.
2iparb2
doc.pribadi
Mengamati wajah – wajah serius mereka menggerakkan pena atau pensilnya membuat saya membangun harapan besar pada para calon pemimpin ini. Di pundaknya, 10 -15 tahun yang akan datang, negeri ini dititipkan.
Saya selalu yakin dengan menulis kita bisa belajar mengenali diri sendiri. Karena saat menulis, kita berdialog dengan diri sendiri. Menulis tidak sekadar bercerita, menulis adalah media meluruskan logika berpikir, memperkaya kosa kata, dan menyusunnya dengan sistematis.  Karena bagi saya, tak ada yang tak bisa dijelaskan dengan kata -kata. . .

Beres-Beres Blog Baru

Ternyata berpikir rumit hanya akan membuat masalah makin rumit. Ini terjadi pada hal sepele yang meruwetkan pikiran saya beberapa hari terakhir ini. Mungkin teman saya pemilik akun definisi.net yang selalu saya tanyai tentang bagaimana caranya mengubah nama pengarang, mengapa ada tiga nama dalam blog saya, mengapa begini mengapa begitu, merasa gemas juga. hehehe...

Akhirnya, kemarin malam, alih-alih mengikuti instruksi dari salah satu blog tentang cara mengubah nama pengarang yang tidak kunjung berhasil, saya coba mengganti nama pengarang dengan mengedit profil blog. Tanpa banyak langkah, saya berhasil menggantinya. Horeee!! satu kelegaan melapangkan pikiran. Akhirnya nama pengarang sama dengan nama blog saya : siswiyantisugi. Senangnyaaa :-)

Hal selanjutnya yang akan saya coba ubah adalah mengganti judul blog ini dengan nama siswiyantisugi juga. Judul blog yang mulanya adalah curhatgurubimbel ini akan saya ganti saja karena bisa jadi tahun depan saya sudah bukan guru bimbel lagi. Kalau ganti judul ini, mungkin saya tetap akan mengikuti langkah-langkah yang disarankan salah satu blog hasil penelusuran di Google. Semoga berhasil mengganti. Kalau pun tidak, ya sudahlah, tak apa. Yang penting usaha dulu, berhasil atau tidak, urusan nanti.

Selain mengganti judul blog, sebenarnya saya ingin memindahkan semua tulisan saya di www.curhatgurubimbel.wordpress.com ke rumah baru saya ini. Namun, saya belum sungguh-sungguh mengutak-atik cara migrasi dari wordpress ke domain pribadi. Langkah-langkahnya sudah saya peroleh dari salah satu blog hasil penelusuran di Google minggu lalu. Tinggal menyediakan waktu untuk mempraktikkannya. Menyediakan waktu memang harus langsung dilakukan bukan sekadar diniatkan. Kalau hanya niat, kadang ia terlupakan.

Yang pasti, di rumah baru ini, saya akan lebih serius merawatnya. Mengisi tiap hari dan  berbagi apa pun yang layak dibagi. Semoga semua yang ada di rumah saya ini layak dibaca dan bermanfaat untuk teman-teman yang sempat singgah.
Akhirnya, setelah bertahun-tahun menimbang-nimbang punya domain sendiri, awal bulan ini saya berhasil memaksa diri saya membeli domain. Jadilah www.siswiyantisugi.com sebagai nama blog baru saya.

Mulanya saya mengira begitu selesai mengelola domain sesuai petunjuk dari www.idwebhost.com, blog saya benar-benar baru: bersih dan kosong.  Ternyata tidak demikian. Karena mengelola domainnya dari blogspot, tulisan-tulisan jadul saya di blogspot ini tetap ada di siswiyantisugi.com.

Takhanya itu, nama pengarangnya pun, bukan siswiyantisugi, melainkan tetap lingkaran pelangi dengan judul blog tetap curhatgurubimbel. Hiks...ini ada tiga nama dalam satu blog. Tiga nama yang membuat saya segan mengisi blog.

Saya pun berusaha mencari tahu bagaimana mengganti judul dan pengarang blog. Setelah tanya sana-sini, ujung-ujungnya disarankan googling. Itu jawaban yang dianggap paling solutif dan ga bikin manja.hahaha...

Menulis agar Abadi

Ada tiga hal yang membuat manusia abadi: 
  1. Mempunyai keturunan
  2. Menanam pohon
  3. Menulis
(Anonim)
Bagi saya, agar jiwa dan pikiran saya tetap sehat, saya perlu menulis. Kegiatan ini sudah saya lakukan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saya masih ingat waktu kelas 5 SD, saya membuat buletin bergambar sampul Garfield. Dibuat di kertas buku yang saya robek bagian tengahnya. Saya lupa apa isi buletinnya. Kalau tidak salah isinya cerita tentang keseharian anak - anak SD pada umumnya. Sederhana sekali. Waktu itu buletinnya saya jual seharga Rp50,00. Ada beberapa teman yang membelinya. Setiap lihat Garfield, saya pasti ingat buletin dua lembar itu. "Kok dulu bisa ya bikin kayak gitu?" perasaan narsis saya mengagumi diri sendiri. hehehe...
Semasa SMP dan SMA, kegiatan menulis saya belum banyak kemajuan. Masih seputar buku harian dan surat menyurat dengan beberapa teman di kota lain. Mereka sahabat pena yang dipertemukan lewat surat pembaca yang saya kirimkan di Majalah Gadis. Lulus SMA, saya membulatkan tekad menjadi jurnalis. Sayangnya, orangtua tidak mendukung cita - cita itu. Agar bisa tetap menjadi jurnalis, saya memilih pers mahasiswa sebagai tempat berekspres

Janji LIterasi

  Banyak yang terjadi setahun belakangan ini. Pastinya sih begitu ya? ada 365 hari dan setiap jam atau harinya tidak akan sama. Yang sama mungkin temanya, tetapi isinya dari waktu ke waktu, dari hari ke hari tentu berbeda. Sebenarnya setiap ada hal menarik yang saya alami, ingin saya tulis sini. Namun sayang, keinginan tidak berbanding lurus dengan kesempatan menuliskannya. Penyakit klasik selalu muncul setiap duduk di depan laptop : mau nulis apa ya? yang kemarin sudah lupa detailnya. 

  Kebetulan malam ini saya masih berkutat dengan naskah soal yang harus segera saya selesaikan karena sudah tertunda kurang lebih tiga minggu lamanya. Masalah klasik yang muncul itu tidak pandang bulu rupanya. Writer’s block, sebutan untuk masalah klasik ini, terasa tidak hanya saat akan menulis feature atau fiksi, tetapi juga saat saya akan atau sedang menyusun naskal soal. ia mampir dan menghambat pekerjaan. Seringnya saya menyerah pada kondisi itu. Menutup jendela lalu mengalihkan perhatian pada hal lain, misalnya menonton film, berselancar di internet, atau menghabiskan waktu ngobrol bersama teman – teman kuliah di grup Whatsapp. Setelah itu, saya tidak kembali pada naskah, tetapi menutup laptop. Pekerjaan pun tertunda lagi berhari -hari bahkan bisa berbulan – bulan seperti naskah buku tes masuk Akpol dan Akmil yang sedang saya susun. 

 Belajar dari pengalaman tersebut, saya pikir saat writer’s block menyerang, sebaiknya saya tidak mengalihkan perhatian terlalu lama atau terlalu jauh. Saya tetap harus di depan laptop. Pengalihan perhatian harus tetap di seputar upaya mencari inspirasi untuk naskah yang sedang disusun. Maka, ini yang saya lakukan : menjenguk blog yang sudah hampir setahun tidak diperhatikan lalu mencoba menulis sesuatu. Sesuatu itu bisa tentang apa saja. Kali ini saya ingin bercerita tentang kegiatan menulis. Awal tahun 2016 lalu, saya memutuskan tidak membuat resolusi macam -macam. Resolusi saya hanya satu : fokus menulis. Di bulan kedua tahun ini, saya berusaha keras merealisasikan resolusi saya. Saya mulai dengan konsisten mengikuti komunitas menulis di Facebook. Ada beberapa komunitas yang saya ikuti, tapi hanya satu komunitas yang saya seriusi, yakni Merah Jambu Gabungan (MJG). Pertimbangannya karena di komunitas ini semua orang pun konsisten mengirimkan tulisannya dan kami saling memberi kritik dan saran. Bagi saya, kritik saran mereka sangat bermanfaat untuk mengasah kemampuan menulis saya, terutama di tulisan fiksi. 

Konsisten mengirimkan tulisan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan admin grup merupakan salah satu janji literasi yang saya buat. Janji lainnya adalah rutin membaca satu buku setiap minggu. Janji selanjutnya setelah membaca adalah menulis resensinya. Jika buku yang saya baca masih baru, saya akan mengirimkan resensinya ke media massa. Namun jika itu buku lama, cukup saya tulis resensinya di blog. 

 Ada beberapa naskah nonfiksi yang juga ingin saya tulis. Salah satunya tentang spiritualitas N.H. DIni. Ide itu sempat meledak -ledak di pertengahan tahun 2015. Saya bahkan sempat mengontak seorang penulis yang dekat dengan N.H. Dini agar bisa dihubungkan dengan beliau. Minimal lewat surel. Namun, saya tidak bisa membujuknya agar ia mau menghubungkan beliau dengan saya. Alasannya jika tulisan saya tentang N.H. Dini akan dikirim ke media atau dijadikan buku, saya harus membayar waktu dan informasi yang saya peroleh dari beliau dengan sejumlah uang. Yah, karena asumsinya saya akan menerima kompensasi materi dari tulisan saya -jika tulisan saya dimuat- dan proses yang dialami N.H. Dini dalam berkarya selama puluhan tahun pun tidak gratis. 

 Akhirnya saya memilih menulis berdasarkan referensi yang saya miliki dan saya temukan ketimbang harus mewawancarai beliau dengan persyaratan itu. Bukannya pelit sih, tapi saya pikir bertemu beliau dan bertanya tentang beberapa hal yang sering lalu lalang di benak saya selama beberapa tahun terakhir ini bukan hal yang penting mendesak. Mungkin saya akan kembali menyeriusi ide ini setelah beberapa pekerjaan menulis yang penting mendesak selesai. 

 Janji literasi terakhir adalah menjadi blogger. Saya memang belum banyak tahu tips dan trik agar blog saya dibaca banyak orang. Saat ini yang ingin saya coba adalah mengikuti lomba – lomba blog. Dengan ikut lomba, tulisan di blog kita pasti dibaca juri. Minimal ada alamat blog kita dalam link tulisan yang mengikuti lomba. Sementara ini, itu dulu. Semoga bisa konsisten. Harapan yang sama di setiap resolusi dari tahun ke tahun : semoga bisa konsisten. 

 Kali ini, harapan itu saya tulis dan tanamkan dalam hati. Semoga saya bisa menepati janji ^_^