Menulis agar Abadi

Ada tiga hal yang membuat manusia abadi: 
  1. Mempunyai keturunan
  2. Menanam pohon
  3. Menulis
(Anonim)
Bagi saya, agar jiwa dan pikiran saya tetap sehat, saya perlu menulis. Kegiatan ini sudah saya lakukan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saya masih ingat waktu kelas 5 SD, saya membuat buletin bergambar sampul Garfield. Dibuat di kertas buku yang saya robek bagian tengahnya. Saya lupa apa isi buletinnya. Kalau tidak salah isinya cerita tentang keseharian anak - anak SD pada umumnya. Sederhana sekali. Waktu itu buletinnya saya jual seharga Rp50,00. Ada beberapa teman yang membelinya. Setiap lihat Garfield, saya pasti ingat buletin dua lembar itu. "Kok dulu bisa ya bikin kayak gitu?" perasaan narsis saya mengagumi diri sendiri. hehehe...
Semasa SMP dan SMA, kegiatan menulis saya belum banyak kemajuan. Masih seputar buku harian dan surat menyurat dengan beberapa teman di kota lain. Mereka sahabat pena yang dipertemukan lewat surat pembaca yang saya kirimkan di Majalah Gadis. Lulus SMA, saya membulatkan tekad menjadi jurnalis. Sayangnya, orangtua tidak mendukung cita - cita itu. Agar bisa tetap menjadi jurnalis, saya memilih pers mahasiswa sebagai tempat berekspres
Pilihan yang tepat, saya kira. Di pers kampus, saya mengasah kemampuan menulis. Tidak hanya itu, saya juga mendapat banyak pengalaman batin tentang kehidupan. Di tempat ini, saya belajar menjadi smart smart writer. Di tahun keempat, saya mulai menulis skripsi. Saya merencanakan skripsi ini menjadi karya tulis yang kelak diterbitkan dalam bentuk buku. Saya berharap skripsi saya tidak berhenti di rak perpustakaan fakultas, tetapi dibaca banyak orang dari lintas ilmu; menginspirasi mereka. Namun, rencana itu hanya impian. Karena satu dan lain hal, saya harus melepas impian menerbitkan skripsi saya menjadi buku.
Selepas kuliah, saya masih menulis. Tulisan - tulisan itu meninggalkan jejaknya di beberapa buku antologi. Temanya memang bukan tentang spiritualitas, tema yang saya harap bisa saya tulis dalam buku solo saya. Saya tetap berharap kelak berhasil menulis buku solo. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat saya singgah di BAW Community,sebuah komunitas menulis di Facebook, Leyla Hana men-share informasi tentang 1st Giveaway smart writer. Ini kesempatan yang sangat menarik karena bisa ikut kursus gratis kelas Standar smart writer. Di kelas itu, saya pasti akan menerima banyak ilmu menulis dari Riawani Elyta dan Leyla Hana.
Semoga kesempatan ini milik saya. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengolah kata - kata. Menulis adalah meninggalkan jejak kita dalam keabadian. Menulis sama dengan  terapi; menulis berarti berbagi semangat.

No comments