Sesaknya Oktober

Jadi gini, ketidaknyamanan mulai terasa ketika gaji dua orang teman ditahan bagian keuangan. Tak ada pemberitahuan sebelumnya, tak ada juga kepastian kapan gajinya akan dibayarkan. Setelah dihubungi terus, akhirnya keuangan mentransfer gaji pengajar bersangkutan. 
Pasca penahanan gaji, terbitlah peraturan yang –katanya- lama diberlakukan lagi, yakni tentang pemenuhan dua belas jam mengajar. Peraturan yang sebelumnya tidak terlalu diperhatikan akademik dan para pengajar itu dipublikasikan lewat selebaran. Inti isinya : setiap pengajar harus memenuhi kuota mengajar 4x setiap hari. 2 kali mengajar dan 2 kali konsulitasi siswa. 

Mulanya, pemenuhan kuota mengajar itu bukan masalah meskipun peristiwa penahanan gaji dan ketidakjelasan waktu pembayarannya menjadi catatan penting bagi saya. Beberapa hari setelah selebaran itu dibagikan, Kanit memanggil saya sebagai wali kelas X dan XI IPA. Dia menjelaskan tugas tambahan yang harus saya kerjakan, yaitu berbagi entry data tentang anak – anak perwalian saya. Kanit juga bilang apa pun penugasan yang saya kerjakan, saya harus memberi tahu dia supaya semua pekerjaan saya di luar jam mengajar itu di-acc dia. Kalau tidak lapor, saya dianggap tidak melakukan apa pun selain mengajar. 

Saya makin tidak nyaman. Tentara aja ga perlu setiap detail dilaporkan. Sementara itu, saya melihat teman yang gajinya pernah ditahan menjadi sangat reaktif. Karena dia merasa masih butuh pekerjaan itu dan kuatir gajinya ditahan lagi, ia menawarkan diri mengerjakan tugas –tugas akademik jadwal dan kesiswaan. Duh please deh, mereka kan dibayar untuk itu. Pokoknya dia berusaha keras tampak sibuk. 

Saya makin eneg liat situasi seperti itu. Masalah muncul lagi di minggu kemarin. Saya izin masuk kantor pas mau mengajar karena sakit. Niat awal sih meringankan akademik supaya ga perlu repot mencari pengganti saya. Saya izin jam 10:45 dan akademik mengizinkan. Jam 12.10, akademik kirim pesan di Whatsapp supaya saya izin juga sama kanit. Jawaban kanit sangat mengecewakan, “Saya tidak bisa mengiyakan karena kalau pengajar izin beberapa jam itu sudah dianggap tidak masuk sehari.” Ya sudah, daripada saya capek – capek datang dan mengajar 2x tapi tidak dihitung, saya izin tidak masuk dan surat dokter menyusul. Kanit tetap tidak mengizinkan karena saat itu sudah pukul 14.00, akademik bisa kesulitan mencari pengganti. Saya jawab kalau saya sudah izin sejak pukul 10:45. Kanit diam, ga merespons. Saya cuek aja, tapi itu makin menyebalkan. 

Sistem yang payah. Besoknya, saya ketemu pengajar bahasa Indonesia unit lain di acara pembahasan di salah satu sekolah kejuruan di kota kami. Dia cerita kalo pimpinannya ( kanit) malah secara implisit bilang kalau ada saudara meninggal ga perlu datang. Utamakan perusahaan. Keterlaluan banget kan?! 

Setibanya di BB, saya ketemu Bu Rian. Dia cerita kemarin minta izin dua jam saja untuk kondangan juga ga diizinkan. Dia mau ambil jatah cutinya yang masih banyak pun ga bisa karena kalau mau cuti meski sehari harus diajukan dua minggu sebelumnya. Hari itu juga saya coba mengajukan cuti utk 31 Oktober. Kanit juga tidak mengizinkan karena jatah cuti saya tinggal sehari. Dia bilang ga boleh cuti, tapi juga ga boleh ada pemotongan gaji. Ruwet banget kan?!

Saya tanya apakah perushaan ini punya buku putih? Dia ga tau apa itu buku putih. Waktu saya jelaskan buku putih adalah buku yang isinya aturan2 perusahaan, AD/ART perusahaan, dia ga tau apa perusahaan yang mempekerjakan kami mempunyai buku itu Waktu saya tanya soal UU Tenaga Kerja yang mengatur hak cuti pekerja, dia pun ga tau apa isi UU Tenaga Kerja. Dia bilang kalau saya mau tau tentang ketenagakerjaan di perusahaan, saya bisa tanya langsung ke SDM. Saya jawab seharusnya pemberitahuan dari SDM itu disampaikan secara struktural dan tertulis. 



Ternyata aturan ttg cuti dan izin itu baru dibahas secara lisan di rapat Kanit. Kalau gitu, seharusnya kan belum berlaku karena belum ada legalitasnya. Kemarin, akhirnya, setelah suasana memanas karena semua orang merasa dizalimi dengan aturan izin dan cuti itu, Ka Area mengadakan rapat. Intinya dia menjelaskan perusahaan sedang melakukan efisiensi, sedang memperbaiki sistem, dan sedang mengontrol setiap bagian dan setiap unit. Istirahat hanya boleh sejam, kalau lebih dianggap ga masuk sehari. Kalau cuti harus dua minggu sebelumnya (ttg cuti, kebijakannya dulu memang begitu sih, hanya di Buahbatu yang sangat longgar). 

Pada November, catatan kehadiran pengajar dan karyawan akan menggunakan sidik jari. Dan peraturan –peraturan baru lainnya yang sudah ditetapkan sebelum ada legalitas formal karena baru dibahas dan diputuskan di rapat kanit. Karena itulah, belum ada pemberitahuan tertulis yang ditandatangani dirut dan ada stempel perusahaannya. Di titik ini, setiap teman memaklumi dan mematuhi meski grundelan – grundelan itu tetep terdengar pelan. 

Kemarin saya mengajak teman – teman ( Bu KP, Bu KZ, Bu SI , Pak DC) untuk mengkritisi aturan –aturan GO berdasarkan UU Tenaga Kerja. Tapii sayang banget, mereka sudah apatis. Bu KZ ttp keukeuh kalau dia memang butuh pekerjaan ini. Bu KP berkeyakinan ini kan perusahaan milik perseorangan dan tdk berbadan hukum, jadi ya wajar kalau gini. Ternyata senior kita ini belum pernah baca UU Tenaga Kerja. Di pasal 1 kan dijelaskan pengusaha itu apa dan perusahaan itu apa. GO meski tidak berbadan hukum, dalam UU Tenaga Kerja, dia sudah termasuk perusahaan yang seharusnya mematuhi setiap aturan dalam UU Tenaga Kerja. Pak DC bilang ya sudahlah diikuti aja, ini paling berlaku sebentar, ntar juga seperti dulu lagi. Lagipula di usianya yang 35 tahun, dia merasa pasti sulit mencari pekerjaan baru. Ya sudah, diterima aja apa pun yang GO terapkan. Sementara BU SI, seperti biasa : diam lalu mengeluh di belakang. Saya berjalan sendirian dan berpikir sendirian. 

Ternyata di titik ini, ketidaktahuan adalah kebahagiaan. Ternyata tingkat pendidikan ga bisa membuat orang menjadi lebih kritis. Ujung – ujungnya, seperti yang Ka Area sampaikan di rapat, “ Kalau masih mau gabung dengan perusahaan, ya patuhi aturan –aturan perusahaan. Kalau sudah ga kuat, bisa mengundurkan diri.” Kalau Bu KZ bilang,”Siapa yang kuat, dia akan bertahan.” 

Sementara menurut saya, “ Siapa yang lemah, dia akan bertahan.” Dan saya tidak ingin menjadi si lemah yang harus manut diapakan saja dengan peraturan yang menindas seperti ini. Dengan kondisi perusahaan yang ga jelas, yang menerapkan peraturan,” Perusahaan selalu benar, karyawan tak boleh melanggar.”