Dewasa ini, sejak media sosial
menjadi media paling efektif menyampaikan gagasan, setiap orang menggunakannya
sebagai buku harian. Mereka bisa bebas bercerita tentang apa saja. Bahkan saat
mereka marah, mereka bisa menumpahkan unek-uneknya sesuka hati. Tanpa perlu
menyaring atau mengkhawatirkan ada pihak-pihak yang tersinggung dengan
unek-unek yang disampaikan.
Mulanya, unek-unek itu seputar
urusan pribadi. Sebal pada si A, jengkel pada si B, dan lain-lain. Lambat laun,
masalah politik dan ideologi pun mewarnai beranda media sosial. Analisis
politik berubah menjadi hujatan dan makian. Hal itu bergulir bak bola salju
hingga menimbulkan friksi di masyarakat.
Media sosial pun menjadi semakin
ramai dengan status-status bersahutan. Suasana di dunia maya yang panas
merembet ke kehidupan nyata. Pecahnya persahabatan, rusaknya persaudaraan,
hingga hambarnya hubungan pernikahan akibat perbedaan pilihan politik. Ini
makin lama makin mengkhawatirkan.
Ternyata, meskipun disebut-sebut
sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, masyarakatnya belum siap
dengan keragaman. Padahal negeri ini disatukan oleh perbedaan. Para pendiri pun
memilih semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diambil dari kitab Negarakertagama sebagai
semboyan pemersatu bangsa.
Berbagai informasi yang
bertebaran di media sosial seringkali tidak disikapi bijaksana oleh sebagian
masyarakat. Mudahnya membagi informasi tanpa disaring terlebih dahulu
menimbulkan kecurigaan antarkelompok. Hal ini tentu membahayakan kerukunan dan
ketertiban bangsa. Betapa mengerikannya jika negeri yang mulanya damai tenteram
ini berubah chaos tak terkendali seperti di Suriah, misalnya.
Sebelum semua tidak terkendali,
penting bagi lembaga-lembaga tinggi negara mempunyai cyber army. Cyber army ini bertugas menghalau informasi negatif dan
menyadarkan masyarakat agar tak mudah terkecoh hoax. Bagaimana pun, tradisi
literasi yang buruk akan memudahkan hoax masuk dan mencuci otak pembacanya.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai salah satu lembaga tinggi negara pun mengajak para blogger sebagai
cyber army-nya. Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, MPR mengadakan
gathering dengan netizen Bandung. Acaranya yang dihadiri Sekjen MPR
dan para staf ini diselenggarakan di Hotel Novotel Bandung. Pada kesempatan
itu, Sekjen MPR menekankan pentingnya warga negara memahami etika kehidupan
berbangsa.
Suasana gathering MPR dan Netizen. dok.pribadi |
Dalam Tap MPR RI Nomor
VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa dijelaskan ada enam etika
kehidupan berbangsa. Keenam etika itu adalah etika sosial budaya, etika politik
dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang
berkeadilan, etika keilmuan, dan etika lingkungan.
Selain menjelaskan pentingnya etika
kehidupan berbangsa, Sekjen MPR, Ma'ruf Cahyono, juga menekankan tentang empat pilar kebangsaan,
yaitu NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat pilar ini
diharapkan dapat menjadi perekat dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Buku saku yang harus dipelajari agar paham Indonesia. dok.pribadi |
Pilar-pilar ini menjadi cermin bagi masyarakat Indonesia dalam berinteraksi
dengan sesama di dunia maya dan dunia nyata. Krisis multidimensi yang dialami
bangsa ini sebenarnya bisa diatasi jika semua orang berhati-hati dalam
menggunakan lidah dan tangannya agar tak menyakiti orang lain. Minimnya etika
pergaulan menyebabkan banyak pihak saling menyakiti agar tampak lebih hebat,
lebih keren, dan benar.
Jika kondisi saling menjatuhkan
ini terus terjadi, Indonesia benar-benar ada di ambang kehancuran. Negeri ini
bukan hancur akibat hantaman bom atau nuklir, melainkan tidak terkendalinya
lisan dalam berkomentar. Hal sederhana yang bisa dilakukan untuk menjaga
Indonesia adalah tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tulisan kita.
Negara kita memangnya lagi diambang menuju perpecahan ya? Klo aku tidak merasa gitu, kalaupun pecah tidak semudah itu, kita pasti bisa mengatasi masalah plural ini, sejak dulu kan isunya begini, asal jangan ikut terpancing aja sama berita yg seliweran
ReplyDeleteKekhawatiran itu tetap ada meskipun bangsa ini dipercaya masih kuat mengatasi setiap cobaan yang datang. Masih banyak warga negaranya yang berakal sehat dalam memfilter lalu lalangnya informasi di media sosial.
DeleteMakasih sudah mampir, Mbak Evrina :-)
yeah dulu perang fisik sebelum jaman kemerdekaan, sekarang perang ideologi yg masuk lewat narkoba + pornografi + budaya hidup hedonis yg dampaknya lebih besar ya mbak ... semoga kita semua dan keturunan dilindungi dari segala bentuk peperangan
ReplyDeleteAamiin... semoga negeri ini dilindungi dari semua hal yang merusak dan menghancurkan rakyatnya ya,Mbak..
DeleteSetuju banget, lidah itu kalo ga hati2 bgt bikin ricuh dan perpecahan
ReplyDeleteBener, lidah tak bertulang, tapi kekuatannya luar biasa ya
Deletesha ikutan juga acara ini, tapi kok ga ketemu ya teh
ReplyDeleteKita beda meja ya,Dik. Saya di meja belakang. Dik Vanisa di meja depan mungkin ya :)
DeleteBagus dong kalo udah ada cyber army digagas oleh pemerintah supaya kita nggak salung menghancurkan di dunia maya
ReplyDeleteSemoga konsisten menyuarakan kebenaran ya, Teh . . .
Delete