Pentingnya Edukasi Kesehatan Seksual bagi OPYMK dan Penyandang Disabilitas

edukasi kesehatan seksual bagi disabilitas
gambar: suara.com

Bagaimana cara yang paling efektif memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja? Berkaitan dengan kepedulian terhadap pentingnya edukasi kesehatan seksual pada remaja, NLR Indonesia melalui Ruang Publik KBR membahas topik tersebut.

Pembahasannya kali ini lebih dikerucutkan lagi pada topik Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi OPYMK dan Remaja Disabilitas. Talkshow pada 25 Mei 2022 lalu ini diselenggarakan secara daring.

Selain Nona Ruhel Yabloy, Project Officer dari NLR Indonesia, narasumber lain yang hadir adalah Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesia, dan Wihelimina Ice, Remaja Champion Program HKSR.

Diskusi diawali dengan pembahasan tentang tahap pertumbuhan yang dialami anak hingga dewasa. Masa remaja biasa disebut sebagai masa pubertas. Masa ini untuk sebagian besar remaja menjadi masa yang paling membingungkan, baik secara mental, spritual, juga secara fisiknya.

Masa pertumbuhan fisik, perubahan yang terjadi pada remaja di usia belasan tahun awal dialami semua remaja di dunia. Bagi remaja perempuan, masa menstruasi menjadi masa yang cukup rumit bagi sebagian dari mereka.

Saya masih ingat ketika pertama kali menstruasi, responsnya biasa saja. Berbeda dengan beberapa teman yang sempat shock melihat darah di celana dalamnya. Saya bisa biasa saja karena sehari sebelumnya saya menyimak pengalaman dua teman saya yang baru saja mendapat menstruasi.

Jadi, pengalaman mereka sudah memberi gambaran tentang peristiwa yang akan saya lalui juga. Ketika harinya datang, yang pertama kali tahu adalah Bulik saya. Beliau dengan santai memberikan pembalut untuk saya pakai.

"Kamu tahu cara pakainya? tanya Bulik.

Saya mengangguk mantap. Tentu saja saya tahu karena kemarin berjam-jam saya menyimak pembahasan komplet pengalaman pertama menstruasi mereka. Mulai dari rasa kaget hingga cara pakai pembalut.

Setelah ibu saya tahu, ibu melarang saya menggunakan pembalut sekalipakai. Ibu menyuruh saya menggunakan kain handuk. Ya, kain handuk yang diyakini ibu lebih sehat ketimbang pembalut sekali pakai.

Saya yang masih newbie, manut saja kala itu. Sehat dan aman, itu keyakinan ibu saya. Iya sih, tapi merepotkan karena saya harus mencuci kain handuk itu setiap kali selesai dipakai. Tidak praktis juga karena tidak mungkin saya menggantinya ketika sedang di sekolah.

Puluhan tahun kemudian, kampanye menggunakan pembalut kain mulai disuarakan lagi. Buyung Indonesia menjadi salah satu social entreprise yang mengampanyekan menggunakan pembalut kain.

Sang founder, Westiani Agustin menjelaskan fokus gerakan Biyung Indonesia ada pada isu perempuan dan lingkungan. Gerakan ini dimulai dengan mengurangi sampah pembalut sekali pakai.

Westiani yang memang mempunyai passion di bidang pendidikan lingkungan menyadari jarang sekali ada pihak yang membicarakan masalah sampah hasil konsumsi perempuan. Sampah itu salah satunya adalah pembalut sekali pakai.

Atas kepedulian itulah, Buyung Indonesia fokus pada isu period poverty. Ini adalah realitas yang terjadi kala mayoritas kelompok perempuan tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan kesehatan reproduksi.

Dari pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa alasan pemakaian pembalut sekali pakai. Ada yang tidak punya opsi lain, jadi yang dia tahu hanya pembalut sekali pakai. Ada pula yang memang tidak punya kemampuan membeli pembalut kain. Yang ketiga adalah mereka tidak mengetahui ada pembalut kain yang bisa mereka pakai.

No comments