Faishal Arifin, Misi Sosial Raja Perak Bangkitkan Ekonomi Masyarakat Sekitar

Faishal Arifin Raja Perak
dok.LinkedIn/FaishalArifin

Seringkali kita mendengar istilah entrepreneur di berbagai artikel bisnis juga finansial. Sebenarnya apa sih entrepreneur itu? Seorang teman menyebutnya sebagai usaha modal dengkul. Teman yang lain bilang kalau entrepreneur adalah mereka yang memulai bisnis benar-benar dari nol.

Memulai bisnis dari nol apakah sama dengan bisnis bermodal dengkul? Menurut saya sih berbeda. Merintis usaha dari nol bisa saja diartikan sebagai merintis usaha yang benar-benar baru. Semua dilakukan dengan kekuatan sendiri termasuk modal.

Bagaimana dengan bisnis bermodal dengkul? Ini kalau menurut saya, bisnis yang benar-benar dimulai dari tidak punya apa-apa. Modalnya nekat. Potensi kesuksesannya lebih besar mana? Keduanya punya peluang sukses asal etos kerjanya kuat. Satu lagi, pantang menyerah. Sebenarnya itu modal dasar menjadi entrepreneur.

Pantang menyerah mungkin bisa ditambahkan menjadi nama tengah Faishal Arifin, Raja Perak dari Malang. Luar biasa ya sebutannya Raja Perak. Lika-liku Faishal menuju singgasana Raja Perak tentu saja tidak mudah. Ia harus melalui jalan penuh onak duri, jatuh bangun kembali berdiri.

Sebelum menjadi saudagar perak, Faishal sudah mencoba berbagai bidang usaha. Seperti yang diceritakannya saat diwawancarai beberapa waktu lalu, Faisal mengaku pernah berjualan mie pangsit keliling, berkeliling jualan ayam bakar, hingga peternak ayam kampung.

Faishal yang asli Malang ini juga pernah mencoba melamar kerja puluhan kali ke berbagai tempat, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ternyata rezekinya bukan sebagai pegawai. Jiwa entrepreneurnya yang kuat tak membuat Faishal patah arang.

Perjuangan Faishal Merintis Usaha Perhiasan Perak


Pada suatu hari, Faishal memutuskan merantau ke Pulau Kalimantan. Ia melabuhkan diri di Martapura. Ibu kota Kabupaten Banja ini merupakan daerah yang dikenal sebagai penghasil batu mulia berkualitas terbaik di dunia.

Selama di Martapura, Faishal belajar membuat perhiasan pada warga setempat. "Sejak saat itu, saya mulai belajar membuat batu permata, menggosok cincin, dan berbagai keahlian yang berhubungan dengan memnbuat perhiasan," cerita Faishal.

Sekian tahun di Martapura, Faishal kembali ke Malang. Ia pun ingin mempraktikkan ilmu yang sudah dipelajarinya. Keputusan itu diambilnya meskipun tak punya alat, tak punya perhiasan untuk dijual. Nah, kenekatan ini termasuk pada merintis usaha modal dengkul.

Apa yang dilakukan Faishal agar usahanya bisa berjalan? Faisal menyusun gambar-gambar perhiasan menjadi katalog. Gambar-gambar tersebut ia kumpulkan dari majalah bekas yang dibelinya di pasar loak. Pada tahun 2009, katalog itu ia bawa ke kantor-kantor. Ya, Faishal menawarkan perhiasan yang ada di katalog tersebut.

Supaya pembeli percaya dengan tawarannya, Faishal menunjukkan KTP-nya. Ia juga mengajukan syarat setiap pembelian harus disertai uang muka alias DP. Kegigihannya membuahkan hasil. Pelanggan pertamanya seorang ibu-ibu.

Pesanan sudah ada, eh, peralatan untuk membuat perhiasannya belum ada. Kebetulan Faishal punya kenalan orang Malang yang dulu kerja d Martapura. Kenalannya tersebut saat itu sudah pulang ke kampung halamannya di Kota Batu, Malang. Kenalannya ini kemudian menjadi mitra bisnisnya.

Dari keuntungan yang diperolehnya, Faishal membeli peralatan dari tukang perhiasan yang bangkrut atau yang menutup usahanya. Tentu saja peralatan itu dijual murah. Ia mulai mengembangkan social entrepreneurship ketika pesanan yang diterimanya semakin banyak.

Misi Sosial Sang Raja Perak


Social entrepreneurship atau yang dikenal dengan social innovation adalah seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan bisnis untuk kepentingan sosial atau masyarakat. Praktik social entrepreneurshipnya yaitu dengan melatih orang-orang desa di sekitarnya yang mau belajar membuat perhiasan.

Setelah bisa, Faishal memberi mereka peralatan dan bahan-bahan agar bisa membuat sendiri perhiasan di rumah masing-masing. Selanjutnya, perhiasan yang sudah dibuat disetorkan kepada Faishal.

"Hasil kerajinan mereka yang layak saya ekspor, " jelasnya. Saat itu memang Faishal sudah mulai memasarkan produk perhiasannya ke luar negeri. Tantangan merambah pasar global diakui Faishal adalah kepercayaan konsumen luar negeri terhadap kualitas produk Indonesia yang kala itu masih dianggap rendah.

Agar mempunyai jaminan atau sertifikat produk yang berkualitas, Faishal bekerja sama dengan PT. Sucofindo pada tahun 2010. Awalnya Faishal menjadi mitra binaan Sucofindo kemudian ia mendapat kemudahan untuk mendapatakan sertifikasi produk perhiasannya.

Produk Faishal berlabel Silver 999. Kelebihan produknya adalah bisa dibuat dengan mesn dan custom design. Selain itu, perhiasan Silver 999 dibuat secara handmade sehingga unsur seninya tinggi.

Dari tahun ke tahun, omset bisnis Faishal terus meningkat. Pada tahun 2015, saat booming batu, omsetnya meningkat 500-600 juta per enam bulan hanya untuk ekspor. Omset ini meningkat dibandingkan tahun 2014. Pada tahun itu, omset ekspor sebesar Rp 350 juta/6 bulan.

Meskipun omsetnya sudah ratusan juta, Faishal Arifin tetap fokus pada social entrpreneurship yang sudah ia lakukan sejak awal merintis usaha perak ini. Ia tidak melulu berpikir cara menambah pundi-pundi uangnya, tetapi juga konsisten membantu menyejahterakan masyarakat yang dibinanya agar makin terampil membuat perhiasan.

FYI, dari ratusan orang yang ia bina, salah satunya adalah mantan TKI yang pernah dipenjara di Malaysia. Sebagai sociopreneur, Faishal Arifin meyakini dengan membina orang-orang di daerahnya, perhiasan yang dihasilkan sarat nilai-nilai seni dengan kearifan lokal masyarakat setempat.

No comments