Belajar finansial sejatinya sama dengan belajar mengenali diri sendiri. Pertanyaan mendasarnya adalah sejauh mana kita mampu mengendalikan diri demi kesejahteraan di masa tua.
Kurang lebih itulah yang disampaikan Dipa Andika, financial planner & Co-founder Hahaha Corp., dan Muhammad Takdis, owner Whatravel Indonesia dalam talkshow Start-Up Smart : Financial Tips Turning Your Hobby Into a Business. Dengan tagline #Funancial #YangKamuMau, talkshow yang digagas Home Credit pada 7 Desember 2019 ini mengajak generasi milenial dan generasi di bawahnya untuk mengelola finansial dengan cara yang fun.
Topik utama talkshow ini adalah berbagi tips mengelola keuangan untuk mereka yang menjadikan hobinya sebagai bisnis. Muhammad Takdis membeberkan kisah perjalanan bisnisnya. Di usia muda, ia sudah berhasil membeli rumah secara tunai, punya kendaraan, dan berbagai keberhasilan materi yang mengagumkan. Kesuksesan Takdis ini tentu menginspirasi orang -orang muda dan mereka yang berkecimpung di dunia bisnis untuk mengikuti jejaknya.
Bagaimana caranya? Dipa Andika sang financial planner membantu kita menjabarkan tips - tips yang bisa dilakukan agar bisa sukses seperti Takdis. Apa saja sih tips yang dibagikan Dipa Andika? Banyak, tapi bagi saya ada dua tips amat penting yang saya garis bawahi.
Latte Factors Sumber Pemborosan
Ini istilah baru bagi saya. Apa sih latte factors? Latte factors adalah pengeluaran - pengeluaran kecil yang lama - lama membukit tanpa kita sadari. Apa saja sih? Contohnya ngopi - ngopi di kafe, bayar toilet, biaya parkir, jajan kecil - kecilan di minimarket, top up dompet digital demi cashback, kena pajak akibat transfer beda bank, dan perilaku sejenis yang bisa kamu tambahkan sendiri 😁
Latte factors ini disebut juga bocor alus bagi dompet kita. Iyalah alus, soalnya ngga terasa banget. Bayar parkir 2 ribu - 5 ribu terhitung receh, tapi kalo sehari 3 kali dikalikan sebulan trus diakumulasikan setahun, banyak banget kan? Kalau duitnya kita tabung di celengan, bisa buat liburan ke luar pulau tuh. Setuju nggak?
Apa yang bisa kita lakukan untuk meminimalkan latte factors ini? langkah awal adalah dengan melakukan pencatatan keuangan. Saya yakin pasti teman - teman sudah melakukan itu. Nah, pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah mencatat secara rutin dan detail? Silakan dicek buku catatan masing - masing atau malah ada yang menngingat - ingat kapan terakhir mencatat neraca keuangan?
Pencatatan keuangan tidak harus saklek seperti neraca keuangan dalam akuntasi. Kita tidak harus mencatatnya dalam lajur debit dan kredit. Jujur, saya malah pusing meski dulu jurusan IPS. hehehe..
Menurut Dipa Andika, kita bisa mencatat pengeluaran dan pemasukan dengan cara sederhana, misalnya tanggal sekian, pemasukan sekian, pengeluaran sekian. Kebetulan sekarang sudah banyak aplikasi pencatatan keuangan. Kita bisa memanfaatkan aplikasi itu juga.
Tentukan Tujuan Investasi
Seharusnya setiap orang punya perencanaan masa depan. Dalam pengelolaan finansial, perencaan masa depan termuat pada tujuan investasi. Dipa Andika menyebutkan ada empat hal umum yang biasanya termasuk dalam tujuan investasi, yaitu dana pensiun, sekolah anak, liburan, dan aset.
Bagaimana caranya menyisihkan dana untuk investasi? Kita bisa menyisihkan dana investasi berdasarkan pembagian pos - pos pengeluaran. Pembagiannya bisa dilihat pada gambar berikut ini
![]() |
sudah mempraktikkan ini, gaes? |
Pada gambar, ada juga yang mengalokasikan dana darurat dan meniadakan pos hutang. Untuk sebagian orang, mereka berhutang dengan tujuan investasi. Hutang apakah itu? biasanya hutang untuk menambah modal bisnis.
Mempersiapkan dana investasi dihitung sejak usia kita saat ini hingga usia tertentu ditambah perkiraan inflasi. Jadi, tentukan dulu tujuan investasi yang paling mendesak untuk apa? Kalau usianya masih 25 tahun dan masih single, investasinya biasanya untuk rumah, menikah, dan pensiun. Sementara bagi mereka yang sudah menikah, investasinya bisa ditujukan pada sekolah anak dan pensiun.
![]() |
simulasi dana pensiun |
Bagaimana jika usianya sudah kepala empat? Apakah ada kata terlambat untuk berinvestasi? Jawaban Dipa sangat menenangkan hati saya, "Tidak ada kata terlambat untuk berinvestasi. Kalau usianya sudah memasuki kepala empat, investasi harus difokuskan pada hal yang paling mendesak. Apakah untuk rumah atau sekolah anak atau pensiun?"
Dana investasi bisa kita kumpulkan dengan beragam cara, salah satunya yang aman dan mudah dicairkan adalah reksadana Kini reksadana semakin mudah diakses. Selain bank, kita bisa membeli reksadana di marketplace dengan nominal terendah Rp 10 ribu.
Pada dasarnya, setiap orang punya kesadaran finansial. Namun, sejauh mana kesadaran itu berdaya dalam praktik sehari -hari. Yang penting kan praktiknya bukan teori berbusa - busa. Begitu bukan?