Siapkah Kita Menghadapi Resesi Ekonomi Akibat Covid 19?

fairobserver.com
Gimana kabar, temans? hari -hari kayaknya terasa makin berat ya? Tapi kita tetap harus bertahan dan merawat harapan agar pandemi Covid 19 bisa segera melandai. Karena jika tidak, resesi mengadang di depan mata.

Sudah lebih dari sebulan sejak 2 Maret silam, ketika Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama Covid 19 di Indonesia. Dua minggu kemudian pasien positif Covid 19 semakin bertambah. Pemerintah mulai mengimbau kita agar tinggal di rumah. Kegiatan belajar mengajar di sekolah dipindah ke rumah. Sebagian orang mendesak pemerintah agar memutuskan lockdown. Belum juga diberlakukan lockdown, kehidupan kita sudah mengalami banyak perubahan, terutama kondisi finansial dan perekonomian. 

Apakah kamu merasakan perubahan itu? Saya kira takada yang luput dari badai. Takhanya pekerja lepas, tetapi juga dunia usaha, baik skala mikro maupun makro.

Mulanya pertanyaan yang mucul adalah "Apakah krisis akan terjadi?" Kini pertanyaan itu menjadi "Seberapa dalam krisis terjadi?" Pertanyaan lanjutannya adalah "Seberapa tangguh kita bisa melewati krisis ini?"

Pertanyaan pertama dan kedua biasanya bersifat global dan menjadi bahan diskusi lembaga serta para pakar. Sementara itu, pertanyaan ketiga biasanya muncul dalam benak individu atau mereka yang bertanggung jawab atas kelangsungan perusahaan. Bahkan pertanyaan ketiga muncul juga di benak para kepala keluarga. Apakah kamu salah satunya?

Hingga hari ini, persebaran Covid 19 semakin luas. Hal itu dibuktikan dengan laporan jumlah pasien positif yang terus bertambah. Syukurlah kini jumlah pasien yang sembuh sudah lebih banyak dibandingkan yang meninggal. Slogan “Stay at Home” bertebaran di media cetak, elektronik, dan media sosial. Sekarang ditambah lagi dengan kampanye pakai masker yang disuarakan pemerintah dan berbagai komunitas. Tujuannya taklain; takbukan untuk menghambat penularan Covid 19. 

Melihat kondisi yang semakin gawat, pemerintah menetapkan Indonesia darurat kesehatan. Penetapan itu diikuti keputusan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) alih – alih karantina wilayah yang sejak awal Maret diminta sebagian anggota masyarakat sebagai upaya pencegahan maksimal. 

Pembatasan sosial berskala besar diputuskan Presiden Jokowi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 mengenai Kekarantinaan Kesehatan. Dalam PSBB, pergerakan orang dibatasi, tetapi aktivitas ekonomi tetap berjalan. 

Filosofi pengaturan pembatasan sosial adalah pencegahan merebaknya wabah penyakit. Namun, kondisi masyarakat yang beragam seharusnya menjadi pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembatasan sosial. 

Pertimbangan ekonomi semestinya menjadi pertimbangan utama pemerintah ketika memutuskan PSBB. Mungkin bagi penduduk kelas menengah atas dengan pendapatan tetap atau pasti, kebijakan pembatasan sosial tidak terlalu memengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup dan menyambung hidupnya. 

Bagaimana dengan penduduk yang bekerja di sektor informal dengan pendapatan harian atau tak menentu? Apakah pemerintah telah menyediakan paket kebijakan ekonomi untuk melindungi para pedagang makanan keliling, tukang becak, pedagang kopi keliling, pekerja rumah tangga panggilan, ojek pengkolan dan ojek daring, pemulung, buruh konveksi, pramuniaga, dan sebagainya? 

Bagi pekerja sektor informal yang menetap di kota besar dalam masa pemberlakuan PSBB, pilihan satu –satunya adalah pulang kampung. Mengapa? Ya karena pembatasan sosial membuat mereka kehilangan pemasukan. 

Takada uang; takada yang bisa dimakan. Ya sudah, mudik saja. Orang – orang ini takpunya pilihan meskipun opsi mudik dianggap kontraproduktif dengan pencegahan penyebaran Covid 19. Mereka yang mudik karena alasan itu takbisa disalahkan. 

Setiap keputusan pasti diikuti konsekuensi. Pembatasan gerak menyebabkan roda perekonomian tersendat bahkan terhenti. Sebagian perusahaan terpaksa merumahkan karyawannya meskipun pemerintah mengimbau jangan ada PHK. Data dari Disnakertrans menyebutkan ada 300.000 pekerja yang dirumahkan di seluruh Indonesia. Berbagai proyek kerja juga ditunda atau dibatalkan karena kondisi yang tidak memungkinkan. 

Badan Pusat Statistik Nasional seharusnya mempunyai data akurat mengenai persentase jumlah pekerja sektor informal sehingga pendataan dan penyaluran paket bantuan bisa tetap sasaran. Sebenarnya di lapangan, pekerja sektor informal tidak hanya buruh, tetapi banyak juga pekerja intelektual yang menyambung hidupnya dari proyek – proyek konsultasi kerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. 

Kelompok ini pun terimbas pembatasan gerak akibat Covid 19. Berbagai kesepakatan kerja sama terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan. Akhirnya mereka pun masuk kelompok ODP alias Ora nDuwe Pemasukan. Adakah kawan yang membaca tulisan ini termasuk di dalamnya? 

Di tengah terpuruknya ekonomi akibat covid 19, masyarakat kelas menengah bawah bertahan hidup demi sesuap nasi. Para pekerja informal, seperti pengojek daring masih melayani pesan – antar makanan dan belanja. Pedagang makanan keliling masih menjajakan dagangannya dari ruas jalan satu ke ruas jalan lainnya. Tukang becak pun masih banyak yang mangkal di depan pintu masuk permukiman. Mereka mengambil risiko tetap di luar rumah agar bisa memenuhi kebutuhan sehari – hari keluarganya. 

Para pedagang bahan pokok, sayur, dan buah – buahan di sejumlah daerah juga berupaya menjaga kantongnya tetap terisi. Sebagian dari mereka tetap berkeliling dari kampung ke kampung, kompleks ke kompleks menjajakan dagangannya. Sebagian yang lain melayani pesan - antar lewat Whatsapp dan SMS. Begitu pula para pedagang makanan juga pemilik warung makan, restoran, dan kafe. Sebagian tetap buka meski pengunjung turun drastis. Sebagian lagi mengandalkan layanan pesan - antar daring. 

Kartu Prakerja 

Sektor industri pariwisata, hiburan, dan transportasi menjadi sektor paling terpukul di saat ini. Tempat – tempat wisata ditutup maka kamar – kamar hotel, wisma, dan losmen pun sepi tamu. Pun di sektor transportasi, semua terpengaruh. Takada yang luput dari keterpurukan. 

Resesi Ekonomi

Pemerintah siap menggelontorkan dana 405 triliun demi membantu masyarakat bertahan hidup dan menjaga daya beli agar roda perekonomian tetap berjalan. Pendaftaran kartu Prakerja Gelombang 1 dibuka pada Sabtu, 11 April 2020. Pendaftaran ditutup Kamis, 16 April 2020. 
Kita bisa mengaksesnya di www.Prakerja.go.id.

Kabarnya Kartu Prakerja ini tersedia untuk 164.000 orang pada gelombang 1. Pemerintah memprioritaskan Kartu Prakerja untuk pekerja yang dirumahkan, pelaku UMKM, dan warga negara yang berusia lebih dari 18 tahun.

Setelah gelombang satu terpenuhi, pemerintah akan mengevaluasi mekanisme pendaftaran pada gelombang 1. Gelombang 2 kemungkinan besar akan dibuka setelah evaluasi selesai dilakukan. Pemerintah menargetkan penerima manfaat Kartu Prakerja tahun 2020 sebanyak 5,6 juta orang.

Apa yang akan diterima mereka yang berhasil mempunyai Kartu Prakerja? Menurut Menperindag, Airlangga Hartanto, para penerima Kartu Prakerja akan mendapat pelatihan sesuai minat mereka. Pelatihan ini diharapkan bisa menambah skill dan menjadi modal untuk bekerja. 

Survive saat Resesi 

Persebaran Covid 19 yang semakin meluas di negeri ini memaksa pemerintah untuk mempersiapkan diri menghadapi resesi ekonomi. Agar tidak mengulangi kesalahan sebelumnya, yakni penyangkalan risiko dan monopoli pemeriksaan, pemerintah mulai mengatur strategi menghadapi resesi ekonomi melalu berbagai paket kebijakan untuk rakyat. 

1. Jaring Pengaman Sosial 

Kesigapan pemerintah melalui kebijakan – kebijakan ekonomi prorakyat termasuk di dalamnya takada pejabat yang korup. Pinjaman luar negeri, paket – paket kebijakan yang diwujudkan dalam Jaring Pengaman Sosial. Beberapa kebijakan itu di antaranya adalah pemberian Rp 600.000,00 per keluarga selama 4 bulan ke depan dan pemberian Kartu Prakerja. Sementara di sektor pendidikan, semoga ada kebijakan lebih komprehensif mengenai belajar dari rumah supaya tidak menambah pengeluaran belanja kuota. 

Semua pihak berharap bantuan – bantuan itu tepat sasaran. Pemerintah harus segera mencairkan bantuan – bantuan sosial untuk masyarakat. Jangan sampai terlambat karena masyarakat harus memenuhi kebutuhannya setiap hari. Pengurus RT dan RW harus cermat mengecek data masyarakat yang membutuhkan agar tidak ada ketegangan sosial akibat pembagian yang tidak adil. 

2. Gerakan Ekonomi Berbagi 

Sementara di masyarakat, cara bertahan di masa resesi adalah dengan gerakan ekonomi berbagi demi keberlangsungan hidup manusia (survival of humanity). Gerakan – gerakan kemanusiaan lewat teknologi digital memperluas konsep ekonomi berbagi. Baik yang digalang secara massif di media sosial maupun melalui kelompok – kelompok kecil di berbagai Whatsapp Group. 

Sebagian dari kita mungkin sudah terlibat dengan aksi ini. Berbagai komunitas menggalang dana untuk membantu kelompok masyarakat yang terdampak pandemi Covid 19 dari berbagai profesi. Banyak publik figur dari berbagai profesi menghibur penggemarnya sekaligus membuka dompet amal yang hasilnya disumbangkan. Baru – baru ini di salah satu stasiun tv swasta, Didi Kempot menggelar konser dari rumah untuk membantu masyarakat terdampak pandemi Covid 19. Selama tiga jam konser, dana yang terkumpul 5,4 Miliar! 

Ekonomi berbagi menjadi kekuatan masyarakat melalui resesi ekonomi. Mereka yang berlebih membantu saudara – saudaranya yang kekurangan. Aktivitas ini kita jumpai juga di berbagai negara. Di Turki, misalnya, saya lupa nama wilayahnya, di setiap rumah digantungkan keranjang. Di keranjang itu ada tulisan “Untuk membantu saudara kita. Silakan isi bagi Anda yang berlebih”. Gerakan sederhana, tapi amat besar nilainya bagi mereka yang membutuhkan. 

3. Ketahanan Pangan Keluarga 

Sebelum pandemi, upaya memenuhi kebutuhan pangan sangat bergantung pada pasar. Ketika kondisi memburuk, pembatasan sosial skala besar diberlakukan. Akibatnya daya beli menurun dan harga – harga sayur, buah, rempah - rempah, serta bumbu dapur melonjak. Apa yang bisa kita lakukan? 

Kita bisa mulai bercocok tanam di rumah. Saya melihat banyak orang sudah melakukannya. Sebagian menggunakan teknik hidroponik karena keterbatasan lahan. Ada juga yang hanya pakai pot karena hidroponik tidak memungkinkan. Cara ini bisa menjadi langkah awal membangun kemandirian ketahanan pangan keluarga. 

Skalanya tentu kecil saja. Bumbu dapur dan sayur mayur yang dipanen cukuplah untuk memenuhi kebutuhan harian. Minimal saat membutuhkan, kita tidak kelimpungan karena ada yang bisa dipetik di halaman. 

4. Berhemat 

Setiap keluarga punya pola yang berbeda untuk berhemat. Ada yang memangkas besar - besaran uang belanja karena penerimaan berkurang drastis. Ada yang menggunakan metode substitusi, misalnya menggantikan cemilan biskuit dan aneka kripik dengan buah - buahan. Selain dianggap lebih hemat, buah - buahan juga bagus untuk kesehatan tubuh, salah satunya imunitas tubuh kita.

Baca juga Tips Simple Mengelola Keuangan Keluarga 

Takhanya urusan perut, strategi penghematan juga dilakukan di urusan listrik, air dan bensin. Khusus pemakaian kuota, penghematannya agak susah karena itu modal utama belajar di rumah sekaligus pengisi waktu juga.

Tips berhemat kala resesi juga bisa disimak di tulisan Mbak Ida Raihan sebagai alternatif bagi kita. Sebenarnya tanpa ada resesi pun kita seharusnya terbiasa berhemat. Jadi, kita tidak kaget jika harus menghadapi kondisi tidak menguntungkan seperti saat ini.

-----

Semua pasti terasa berat di awal, tetapi akan ringan di langkah – langkah kemudian. Saya sepakat dengan pemikiran bos Jawa Pos, Dahlan Iskan. Ia menulis tentang  penyikapan terhadap ketidakpastian situasi akibat pandemi Covid 19.  Menurutnya, sudah waktunya kita beradaptasi dengan keadaan. Mengapa? Karena kita tidak tahu kapan pagebluk ini berakhir. Yang bisa kita lakukan adalah beradapatasi dengan keadaan. Beradaptasi dengan senantiasa menjaga jarak, memakai masker, rajin mencuci tangan, dan meminimalisasi keluar rumah jika tidak mendesak. Ala bisa karena biasa. Semoga Tuhan melindungi kita semua..







24 comments

  1. Di era pandemi kayak gini emang kita harus banget belajar hidup hemat ya Kak. Untungnya tipe gaya hidup minimalis dan Zero waste sudah saya pelajari dan terapkan mulai dari tahun kemarin jadi ketika harus berhemat di tahun ini nggak begitu terasa sih sebenarnya karena sudah terbiasa hidup hemat, kalau kata suami saya gaya hidup pelit wkwkwk

    ReplyDelete
  2. Kami di rumah banting setir kak.
    Kami coba kecil-kecilan usaha untuk "belanjain" orang.
    Alhamdulillah Medan belum separah Jakarta. Jadinya belum ada lockdown. Jadi suami masih bisa nganter belanjaan orang lain. Urusan dapur, Alhamdulillah aman kak

    ReplyDelete
  3. Saya memikirkan ke depannya. Jika kondisi seperti ini masih akna terus berlanjut, bakal seperti apa pergerakan ekonomi kita? Uang negara bakal habis. Ah.. sedih. Semoga saja ujian ini segera berlalu, sehingga tidak terjadi krisis di negeri kita.

    ReplyDelete
  4. Semoga semua program pemerintah itu tepat pada sasaran ya dan bisa menopang kehidupan saudara saudara kita di tengah pandemi ini.

    Berhemat juga perlu banget. Walau saya akui justru godaan online shop besar banget. Lagi banyak diskon, ckckck.

    ReplyDelete
  5. Penting banget kita harus survive di keadaan yang seperti ini. Dan berhemat adalah catatan penting juga saat kita kmrn sempat menjadi pribadi yang konsumtif ya kak....

    ReplyDelete
  6. Selama pandemi ini, di rumah jadi dituntut untuk ekstra hemat juga kak. Biasanya sering jajan di GoFood sekarang mulai berkurang. Tapi, kasihan juga buat pengemudi gofood dan penjual makanan. Semoga aja bantuan pemerintah ini bisa bermanfaat dan merata

    ReplyDelete
  7. Mbak Sugi ,, ASN juga kena imbasnya nih,, disuruh nyumbangin gaji ke-13 nya buat bantu negara mengatasi covid-19. Jadilah rencana alokasi gaji ke-13 saya n suami dicoret hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lihat diagram lingkaran di atas wuih banyak ya aspek terdampak pandemi ini, hmm kayaknya musti siap2 membelokkan haluan ke e-commerce lagi nih hehe... saya dulul pernah jualan online n offline

      Delete
  8. berhemat dan saling berbagi ini benar banget sih, kasian juga gegara pandemi ini banyak yang kehilangan pekerjaan. sedangkan ada keluarga yang perlu di beri makan. Semoga kita dimudahkan rezekinya untuk ikutan berbagi kepada mereka yang membutuhkan

    ReplyDelete
  9. Deg-degan juga saya menghadapi kondisi keuangan masa pandemi ini. Harus pinter-pinter cari celah buat tambahan pemasukan dan yang pasti harus hemat

    ReplyDelete
  10. Saya jadi teringat perkataan Bu Sri Mulyani, Menteri Keuangan kita. Beliau mengingatkan masyarakat Indonesia untuk siap-siap, agaknya memang resesi ekonomi global sudah di depan mata

    ReplyDelete
  11. tadi tuh lihat berita tentang sekeluarga yang hanya minum air putih selama 2 hari saat pandemi ini, rasanya sedih banget
    Masyarakat kita begitu banyak yang merasakan sangat kesulitan di masa-masa seperti ini :(
    semoga segeraa berlaluu

    ReplyDelete
  12. Pandemic ini membuat aku jadi buka usaha bolu ibuku kembali hihi.... Ya mau gak mau, pekerjaan project lantaran pandemik ini semakin rendah jadi kuat itu wajib... Kerja keras tetap ya sista agar tetap bertahan

    ReplyDelete
  13. aku juga makin kawatir bagai mana jika kondisi ini masih lama terjadinya, pasti semakin sulit kondisi ekonomi kita, semakin banyak orang baik yang jadi jahat karena masalah ekonominya (kawatir saya seperti itu). Semoga hal ini cepat berlangsung dan kembali semakin baik

    ReplyDelete
  14. Setuju banget sama Pak Dahlan Iskan, beradaptasi dengan keadaan sekarang, jangan sampai pandemi ini malah menghantam kekuatan kita. Daku pun sudah ikhlas, banyak hal yang berubah sejak pandemi ini, dan harus kita terima.

    ReplyDelete
  15. Aku udah lama lebih memilih konsumsi buah dibanding cemilan kripik gitu. Mikirnya sih untuk kesehatan, karena kalo dihitung justru pengeluaran buah lebih besar karena sehari bisa habis 20 ribu. Kalo kripik belum tentu beli dengan uang yang sama bisa habis dalam satu hari. Tapi kembali kami memilih konsumsi buah karena ingin lebih sehat. Ini substitusi dari uang pembelian suplemen yang lebih gede anggarannya

    ReplyDelete
  16. Hidroponik mahal say, peralatannya aja 3 juta belum termasuk rockwool, BIBIT, pupuk AB mix yang harus dibeli berulang kali
    Mending kaya aku aja, nanam pakai bekas kotak buah ngga perlu lahan luas 😀😀😀

    ReplyDelete
  17. Duh, udah kerasa banget deh keadaan ini. Banyak yang di-PHK, pendapatan pada turun, sedangkan kebutuhan tak bisa ditekan lagi. Aku cuma bias menyikapi dengan berhemat saja. Semoga keadaan bisa segera kembali normal ya. Sehat-sehat semuanya.

    ReplyDelete
  18. Walaupun sedih y mba Kita tetap harus tetep semangat dan menjalankan pola hidup sehat y mba semoga pandemi ini Segera berakhir y mba

    ReplyDelete
  19. Yang paling bikin kepikiran selain takut tertular virus di masa pandemi ini memang masalah keuangan keluarga. Berhemat memang jadi salah satu jalan supaya bisa tetap bertahan tapi sedekah juga harus terus jalan supaya kita bisa survive bersama-sama. Semoga ini segera berakhir ya, Mbak.

    ReplyDelete
  20. Ya pokoknya kita kudu prepare dor the worst ya... semoga kita dimudahkan saja dalam menghadapi semua dampak corona ini yaa..

    ReplyDelete
  21. Bener banget nih mbak untuk menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi di masa pandemi kita harus lebih waspada. Salah satunya ya seperti yang mbak udah singgung di atas. Kudu bisa hidup lebih hemat karena kita juga nggak tahu pandemi ini akan berlangsung sampai kapan tapi semoga saja bisa segera berakhir.

    ReplyDelete
  22. Berasa sesak nafas memang ya, mbak jika ingat resesi ekonomi. Berhemat, tawakal dan bersabar semoga membuat kita bs lebih beradaptasi dg situasi saat ini.
    Bismillah pageblug ini segera berlalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  23. Pertengahan tahun pertama tahun ini sungguh luar biasa, ya,Mba? Bukan hanya bagi kita, starting from Wuhan, Covid 19 berexpansi hingga ke seluruh dunia. Si halus tak kasat mata ini luar biasa daya hancurnya, bahkan membuat negara adidaya sekaliber Amerika Serikat tak berdaya,melihat rakyatnya bertumbangan kehilangan nyawa, juga terpapar dan menjadi pasien.

    Ah,Covid 19 tak kasat mata ini, sungguh menakutkan. Tak hanya mengancam kesehatan, dia juga mengintai dan mulai merontokkan roda perputaran ekonomi berbagai negara.

    Ah..., Sedih rasanya. Semua terdampak. Was, takut, pasti melanda. Sanggupkah kita menghadapi ini?

    Harusnya sih sanggup, dan harusnya sih badai ini dapat berlalu. Namun jika masyarakatnya bandel nggak patuh dengan aturan dan himbauan ya akhirnya keadaan ini akan terus berlarut dan memperparah kemerosotan perekonomian kita.

    Ah,semoga saja keadaan ini segera berakhir. Pandemi ini segera berlalu, ya, Teh?

    ReplyDelete