Ketika Kakak Akhirnya Memilih

Hei, ternyata cerita tentangmu belum usai seperti yang kuharapkan, seperti cerita tentang relasi yang sudah selesai dalam behangat.com.

Kukira setelah puisi itu dan terhentinya kabar yang biasanya saling kita kirimkan, tak akan lagi kudengar apa pun tentangmu. Pun saat kauabaikan pesan-pesanku. Pesan di inbox dan pesan singkat ke ponselmu tak kau pedulikan. Ya sudah, aku diam. 

patah hati
freepik.com

Padahal, aku hanya ingin kembalikan buku-buku yang kaubilang sangat berharga itu. Namun, diabaikan begini, ya sudah bukunya kusimpan saja. Eh, sebenarnya aku punya sih alamatmu. Aku masih menyimpannya kalau-kalau aku mau kirim sesuatu sebagai kejutan. Itu alasanku saat kita masih sangat dekat. 

Setahun sudah lewat tanpa terasa. Aku memang tak pernah lagi menunggu kabarmu terlebih kau telepon lebih dulu. Aku membiasakan diri tanpa kabar darimu. Tanpa petikan puisi, diskusi panjang tentang filsafat, atau candaanmu yang kadang garing. Cinta sudah lewat, begitu kata Kahitna. 

Namun, semalam sahabatmu mengabari kalau sudah ada yang mendampingimu. Wow! Kau sudah punya pacar baru. Kau kenalkan gadis itu pada sahabatmu. Kabar yang manis dan menyakitkan sekaligus. Sebagai seorang eksistensialis, tindakanmu membuatku perih.

Dulu, tiga tahun kita bersama, relasi kita serupa hubungan rahasia. Sangat rahasia buatmu, bukan buatku. Betul memang katamu dulu, semua kesedihan yang kautinggalkan masih lebih sedikit atau lebih ringan ketimbang luka-luka yang sudah kupunya sebelum itu. 

Untuk banyak hal, hari - hari bersamamu sangat mengesankan buatku. Kau membawa energi negatif dan positif dalam perjalanan kita. Meski tak setiap hari; meski hanya sesekali, aku bisa merasakan perhatian, kecerdasan, dan kasih sayangmu. Aku merasakan kebahagiaan beriringan dengan keraguan dalam relasi kita. 

Aku mungkin sedih, mungkin juga patah hati, mungkin juga perlu waktu berhari-hari untuk mengalihkan pikiran tentangmu, semua tentangmu. Jejakmu begitu kuat mendominasi semua kenangan yang kupunya.

Keingintahuanku tentang siapa perempuan itu, tentang bagaimana kau memperlakukan dia, tentang ekspresi wajahmu saat bersamanya, tentang kebersamaan kalian, tentang tangannya yang kaugandeng saat kalian menyeberang jalan, tentang genggaman tanganmu saat ia sedih, tentang dada bidangmu yang dia sandari, tentang tatapan matamu yang melekat saat kalian duduk berhadapan, tentang kalimat-kalimatmu yang kadang menggoda, bahkan tentang puisi-puisi yang khusus kautulis untuknya.

Huaah! Itu menyesakkan! Itu membuatku sedih dan rindu. Seandainya kau masih buka pintu untuk komunikasi kita, mungkin tak terasa sedihnya. Membalas pesanku saja kau enggan, apalagi berbagi cerita tentang hidupmu sekarang. Itu sangat mustahil.

Aku tahu, kau takkan lupa peristiwa-peristiwa khusus tentang kita. Aku tahu, aku menempati tempat kecil di hatimu sekalipun kau bilang takkan pernah bisa mencintaiku.

Kita sangat dekat, kau sendiri yang bilang. Meski saat itu kita hanya bermain-main di taman mimpi. Layaknya mimpi, ada mimpi yang sangat berkesan sehingga melekat susah hilang. 

Kenanganku selalu baik tentangmu meskipun berbagai dugaan kadangkala mampir di pikiranku. Tentang penelitianmu terhadap negativitas. Mungkinkah semua yang terjadi di antara kita kauanggap sebagai laboratorium negativitas? Aku adalah objek penelitianmu dan kau sang profesor yang mencoba menerapkan terori-teori kepadaku.

Aku memang harus melepasmu, menerima kabar itu bahkan pernikahanmu kelak dengan emosi apa pun. Sedih, kecewa, sebal, rindu, dan sayang sekaligus. Ketika aku mulai bisa melepas masa lalu sebelummu, berhasil melepasnya tanpa harus membuang. Ini saatnya rindu melepas kenangan.

Semua rinduku harus bisa menerima pilihan-pilihanmu. Aku akan sama dengan perempuan-perempuan masa lalumu: Prijasaka, Bidadari, dan Kirana. Kausimpan di rak masa lalu berikut detail kenangan kita. 

Ya sudah, memang sudah selesai. Puisi Untuk Beruang Madu yang kutulis buatmu setahun lalu sudah menutupnya. Kaubilang, "Adek yang kirim puisi itu sebagai surat putus cinta. Kenapa adek yang sedih?"

Hm..apa kau sedih saat aku pamit? Seperti kata Huda, tak ada yang tak sedih saat hubungan selesai. Kau pernah menempati ruang penting dalam kekinian. Keadaan itu pasti meninggalkan kesan mendalam buatku juga buatmu. 

Aku HARUS percaya kalau kau selalu menyimpanku. Jika saat ini kau tak mau mengangkat teleponku atau menjawab pesanku, itu mungkin caramu memutus ingatan; melepas kenangan.

Setiap orang pasti punya idealita yang berbeda dalam menyikapi hidupnya. Mungkin menurutmu, hal yang ideal dalam relasi kita adalah berhenti berhubungan, tapi bagiku, pilihan sikap itu tidak dewasa dan sangat menyebalkan. Sayangnya, aku harus menghargai pilihanmu.

19 comments

  1. wah ini penjabaran puisi ya kak..bagus cara berceritanya.. bisa jadi pelajaran nih buat yg sedang menjalani hubungan..

    ReplyDelete
  2. Cinta oh cinta, campur aduk rasanya, maka bersyukurlah kita. Kalau sudah dipertemukan oleh Yang Maha Pencinta dengan orang yg kita cintai dan ia pun mencintai kita

    ReplyDelete
  3. wah kok saya bacanya baper ya hihi. bagus nih mba ceritanya, keren. bisa jadi renungan juga nih.

    ReplyDelete
  4. Melepaskan itu memang sulit, tapi barangkali dengan cara melepaskan, hati kita tak akan merasa sakit lagi

    ReplyDelete
  5. Keren sekali sista, salut aku membacanya.. sebuah puisi bisa dijabarkan dan bahkan bisa dijadikan ide cerpen juga nih

    ReplyDelete
  6. Wow. Bikin baper. Jika ini bukan sekadar puisi, tetapi kenyataan hidup, saluut aku Mbak, karena masih berani mengulang sakit yang pernah dialami sebelumnya, meskipun ini tak separah sebelumnya.

    Semangaat, semoga semua baik-baik saja ya Mbak. Segera peroleh pengganti abadi yang telah ditinggalkan.

    ReplyDelete
  7. Simpan semua tentangnya ke dalam kotak lalu taruh di gudang bagian bawah, tersembunyi berikut alamat no hp, email dll. Lalu hapus semua yang tersisa. Baik sedih ataupun airmata jangan lagi ada yang tersisa, toh dia tidak merasakan hal yang sama. mungkin semua yang indah tinggal kenangan dan kita memang harus mrngikhlaskan

    ReplyDelete
  8. Apa ini sejenis prosa? Saya suka dengan pemilihan diksinya. Perasaannya sampai dan bikin nyesek

    ReplyDelete
  9. Tulisannya bikin kebawa baper. Terkadang melepaskan itu memang terasa menyulitkan ya. Rasanya bisa campur aduk banget.

    ReplyDelete
  10. Kok jadi ikutan nyesek bacanya. Susah sih kalau soal perasaan ini. Saat ternyata perasaan kita dan dia berbeda seraca menghancurkan impian yang sudah dibangun dalam angan.

    ReplyDelete
  11. Intinya melupakan itu gak bagus yaaa mba. Yang bagus adalah kita berdamai dengan rasa sakit. Hehehe. Kalo melupakan, justru rasanya makin sakit. Duh, puitis banget ini.

    ReplyDelete
  12. memang kita tidak tau cinta kita kedepannya bagai mana, apa akan di balas sesuai yang kita mau atau sebaliknya. sebelum kita mengenal cinta dan berani jatuh jinta kita harus siap dengan keadaan buruknya juga, semakin kita besar mencintainya maka semakin besar juga rasa sakitnya. Semangat mbak semoga itu jalan yang terbaik yang di berikan oleh Allah dan cepat mendapat gantinya yang dua kali lipat baiknya. jangan lupa do'akan aku juga

    ReplyDelete
  13. Aku pernah punya kakak seperti itu. Bahkan sama persis aku yang memutuskannya.
    Bukan karena cerita perselingkuhan atau apapun. Aku sengaja melepasnya biar dia konsentrasi dengan kehidupannya. Namun setelah berbulan dia menelpon mengatakan sulit menjalani terpisah denganku.
    Tergelitik untuk kembali, tapi gak aku lakukan. Karena ia memang lebih cocok jadi kakak buatku.

    ReplyDelete
  14. Aku pernah juga mutusin orang dan malah mewek sendiri. Terus tahu kabarnya dia ada yang lain, lha persis banget dengan tulisan Mbak Sugi. Kadang pengen banget jadi orang yang gak peka, gak perasa. Tapi sekarang sudah biasa saja sih

    ReplyDelete
  15. Tiap orang beda menyiasati dan menerima kepatahan hatinya. Gapapa... nanti akan ada ganti yang jauh lebih baik.
    Yang seperti itu, lebih baik putus di awal daripada setelah jalan di pernikahan

    ReplyDelete
  16. Ah, cerita campur aduk mengguncang perasaan, jadi apakah kalau dijadikan kakak tak akan ada rasa kecewa atau tiba tiba ada keinginan atau perasaan lebih?

    ReplyDelete
  17. Mengalir.. enak dibaca namun ngena. Untaian tajam yang menyesak, membuat luluh lantak, dan sekita tersintak.. ini bukan nyata. Maya yang menjura. Memantik fatamorgana.

    Good job mba.. love it. Dan spertinya bisa buat contekan kalau sewaktu2 dibutuhkan untuk mengirim surat putus... hihihi...

    ReplyDelete
  18. Setuju, setiap orang punya idealita tentang cara menyikapi hidupnya. Aku mengalami juga, orang yang pernah kuanggap spesial memutus hubungan dengan cara mengabaikan pesan-pesan yang kukirim, dan sebagainya. Iya, sedih. Tapi aku harus menghargai pilihannya.

    ReplyDelete
  19. Ini maksudnya kakak dalam tanda kutip kah?
    Aku dulu pernah juga berada di hubungan yang demikian. Tapi bukan kakak yang meninggalkan ke jenjang lain bersama pasangan, tapi aku.

    ReplyDelete