Dinamika Pergaulan di Media Sosial. Bagaimana Kita Menyikapinya?

Akhir pekan lalu, perwakilan netizen Kota Bandung dan sekitarnya berdiskusi dengan MPR RI. Tema pembahasan diskusi itu adalah The Power of Bhinneka Tunggal Ika

Keragaman terjadi di seluruh belahan bumi, tak hanya Indonesia. Keragaman di negeri ini tampak sangat menonjol karena Indonesia ada berkat kerelaan berbagai suku bersatu secara politis menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Netizen Bandung Ngobrol bareng MPR RI
dok.Parmadi

Baiklah, itu sekadar pengantar dalam gambaran yang lebih luas. Dalam diskusi bersama MPR RI, semua peserta menyetujui pentingnya bijak bermedia sosial.

Semua peserta menggaungkan pesan-pesan seputar pentingnya kita merayakan perbedaan; mengakui keragaman. Apa pun yang tidak sama harus dimaklumi. Sampai di situ, bagaimana pendapat kalian?

Dinamika Pergaulan di Media Sosial

Media sosial kini seringkali menjadi perantara penyampai pesan bahkan ketika pesan itu tak tersampaikan secara verbal kepada orang-orang yang dituju.

Adakalanya pesan yang disampaikan untuk si A ternyata malah menimbulkan hard feeling bagi C, D, atau yang lain. Konflik pun bergulir. Ada yang membesar bak bola salju. Namun, tak sedikit yang bisa mengendalikan diri.  Kesalahpahaman selesai dengan damai atau dalam diam.

Saya pernah banget mengalami ini. Suatu ketika tweet yang saya tujukan pada seorang kawan lama yang lama tak jumpa ternyata oleh orang lain dianggap ditujukan pada sosok yang berbeda. Kebetulan waktu itu pokok bahasannya kok ya persis sama : tentang hijab.

Saya sempat kaget dan merasa sangat tidak enak. Padahal kawan lama saya yang membaca tweet itu santai saja. Begitulah … Pesan-pesan tanpa nama seringkali bikin baper orang yang merasa. Sekalipun ia merasa pesan itu untuk temannya.  Mbulet ya? Hehehe..

Intinya efek domino dari pesan tanpa nama yang bikin baper alamat lain membuat saya gusar pada dia yang salah paham. Dia yang tak peduli bahwa pesan itu bukan untuk temannya. Dia yang kemudian mengekspresikannya dengan cara menyindir di dunia nyata. “Mau pakai hijab atau tidak, itu urusan personal. Kita harus tetap merayakan perbedaan.”

Ah, saya jadi curhat deh..Anyway, peristiwa itu membuat saya merenungkan banyak hal. Ketika saya berusaha bijak bermedia sosial, saya malah tergelincir. 

Yup, tergelincir karena saya sudah nyinyir. Meskipun tokoh utama dalam tweet saya santai saja, tapi pesan tanpa nama itu menimbulkan dugaan pada orang lain. Dan yah, bisa jadi dugaan tersebut membuat tidak enak hati, tersinggung, merasa dicampuri kehidupannya, dan lain sebagainya.

5 Cara Menyikapi Dinamika Pergaulan di Media Sosial

Pengalaman tergelincir itu membuat saya kembali belajar tentang dinamika pergaulan di media sosial. 

Orang bilang rekam jejak digital tak bisa dihapus, baik fisik maupun kesan yang tertinggal pada mereka yang merasa sebagai korban.

Namun, kadangkala maksudnya begini dianggap begitu selalu terjadi dalam pergaulan di media sosial. Maksudnya mau berbagi informasi tentang tempat-tempat seru yang asyik, dianggap pamer. 

Maksudnya ingin bersimpati, dikira menghina. Maksudnya bercanda, dianggap nyinyir ngga sopan. Apalagi kalo sudah menyangkut bab spiritualitas, mending komen dalam hati saja. Begitulah..

Supaya bisa tetap hepi bergaul di media sosial, lima cara ini bisa kamu jadikan bahan pertimbangan. Mungkin ada salah satu atau semuanya sudah kamu terapkan :)

1. Pikir dulu sebelum posting
Selama ini saya sudah menerapkan metode ini. Kok ya, tergelincir juga. Begitulah manusia, tak sempurna. Pikirkan masak-masak, postingan ini apakah bermanfaat? Postingan ini apakah menyinggung orang lain meskipun maksud hati kita tidak demikian. 

Bahasa tulis pada umumnya memang multitafsir apalagi jika tanpa nama dan alamat jelas. Jadi, pelajaran buat saya juga nih. Usahakan sespesifik mungkin jika bermaksud mengirim pesan untuk seseorang lewat tweet atau di media sosial lain. Tujuannya tentu saja untuk menghindari hard feeling dari pihak lain di luar lingkaran. 

2. Segera luruskan
Oh, ternyata ada yang keliru menafsirkan tulisanmu. Segera luruskan pada dia atau mereka yang terkait. Luruskan kekeliruan semampumu. Jejak digital memang tak bisa dihapus, tapi setidaknya kamu sudah berupaya memperbaiki kesalahan. 

3.Halau si baper
Biasanya kalau sudah tersandung masalah seputar postingan di medsos, hati jadi galau. Bisa juga malah jadi gusar, geram, gelisah, rusuh, dan emosi negatif sejenis. 

Setelah meluruskan kekeliruan, tutup kasus, fokus ke hal-hal yang ada di depan. Tidak menutup kemungkinan ada yang masih mempersoalkan. Ya sudah, terima saja. Itu konsekuensi dari langkah yang tergelincir. Makanya lain kali pikir dulu sebelum posting.

4. Medsos bukan media ekspresi emosi
Ini perlu banget dicatat. Media sosial sebenarnya bukan tempat yang tepat untuk mengekspresikan emosi kita. 

Saat hatimu sedang amat bahagia, berjaraklah sementara waktu. Bisa jadi kebahagiaan yang kamu bagikan di media sosial dibaca sebagian orang yang sedang merana luar biasa. 

Hasilnya serupa dua sisi mata uang. Mereka bisa terinspirasi lalu kembali semangat. Namun, mereka bisa saja merasa makin merana karena menganggap kamu sedang pamer. 

Begitu pula saat hati kita sedang sedih luar biasa. Menyepilah sementara. Jangan biarkan dunia membaca sumpah serapahmu atau ratapan pedih hatimu. 

Mengapa? Ungkapan simpati mungkin akan mengalir menghangatkan hati. Komentar-komentar penasaran tak berperikemanusiaan pun bisa muncul sama banyaknya. Bagaimana hatimu? Silakan membayangkannya sendiri.

5. Cek dan ricek sebelum berbagi info
Ini erat sekali kaitannya dengan hoax. Pastikan kamu tidak asal copas lalu share begitu saja. Cek dulu sumber infonya. Kalau cuma 'dapet dari grup sebelah', skip aja. :D

---
Kebhinekaan masyarakat kita tentu mengidealkan kita bijak dalam bermedia sosial.  Sekuat tenaga mari terus berupaya mengendalikan diri dalam dinamika pergaulan media sosial. 

Sejatinya orang bijak adalah mereka yang senantiasa mampu mengendalikan dirinya. Salam :)





7 comments

  1. ya, berbeda pendapat di media sosial saat ini memang harus harus disampaikan dengan baik ^_^

    ReplyDelete
  2. betul bgt, adakalanya pesan yang disampaikan untuk si A ternyata malah aku yg kegeeran

    ReplyDelete
  3. kalau main disocmed jangan baperan, karena postinganya belum tentu untuk dia.
    heheheh, semangat selalu mbak , ngeblognya

    ReplyDelete
  4. Media sosial adalah ladang dari segala informasi yang baik, yang buruk,yang lurus dan yang menyesatkan juga ada disana. Jadi sebagai pengguna harus bisa memilah mana yang layak kita baca sendiri dan yang layak kita baca serta bagikan buat orang lain. Mana yg hrs kita publikasi dan yg tidak.

    ReplyDelete
  5. Benar banget, Mbak. Kita yang telah berusaha berhati-hati saja bisa tergelincir postingan medsos, apalagi klo asal-asalan main medsosnya.

    ReplyDelete
  6. Pikir dulu sebelum posting, yg paling aku pegang selama ini. Aku ga tertarik nulis hal2 yg berbau kontroversi, atau yg tidak aku kuasai. Dan kalo membaca tulisan teman yg isinya kontroversi dan pengen bgt dikomenin, aku langsung menjauh dulu. Supaya jari2 ini ga menulis yg malah menyakitkan hati. Kasih jeda, supaya jangan sampe yg kluar emosi. Tapi untuk temen2 yg terlaku sering menulis hal2 provokatif, aku cendrung memilih unfriend ato unfollow orangnya. Block kalo aku rasa perlu. Krn biar gimana, ga suka kalo hrs membaca hal2 yg bikin timeline jadi panas.

    ReplyDelete