Kampanye "Cek Fakta, Tangkal Hoax" seharusnya dilakukan tanpa henti. Kampanye ini seharusnya tidak hanya menggema, tetapi diterapkan dalam perilaku sehari-hari.
![]() |
dok.Getty Images |
Saya kira itu wujud keberhasilan suatu kampanye. Masyarakat menerima dan mempraktikkannya dalam keseharian. Berbagai informasi semakin masif menyerang kita sepanjang waktu. Apa saja bisa , menjadi berita. Siapa saja bisa mengaksesnya?
Namun, apakah berita yang kita terima itu valid? Di situ pekerjaan rumah selanjutnya. Bagaimana caranya mengetahui suatu informasi itu valid atau hoax? Masyarakat perlu panduan jelas. Ke mana mereka bisa mengonfirmasi berita yang diterimanya termasuk hoaks atau fakta?
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengungkapkan jumlah hoaks kesehatan meningkat dari 7% (86 hoaks dalam setahum pada 2019) menjadi 56% (519 hoaks dalam setengah tahun pada 2020). Peningkatan yang mengerikan bukan?
Sementara itu, Kementerian Kominfo mencatat 1.471 hoaks terkait Covid-19 tersebar di berbagai media hingga 12 Maret 2021. Data statistik ini menunjukkan semakin pentingnya edukasi memfilter informasi agar masyarakat tidak menelan tanpa memverifikasi lebih dulu.
Workshop Cek Fakta Kesehatan Bersama Tempo
Workshop Cek Fakta Kesehatan untuk Blogger yang saya ikuti 18_19 Juni 2021 menambah wawasan yang sangat berharga bagi saya dan semua temna blogger yang hadir saat itu. Pada workshop ini, kami belajar cara mengecek fakta dari berbagai informasi yang beredar massif di media sosial. bahkan tidak hanya di media sosial, tetapi juga di grup-grup Whatsapp keluarga, komunitas, juga lingkup RT.
Workshop ini dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama pada hari Jumat, 18 Juni 2021 membahas mengenai gimana caranya memverifikasi berita dan video yang beredar di internet. narasumber pada sesi ini adalah Ika Ningtyas, Sekjen Aji periode 2021-2024.
Sebagai pengantar, Ika mengajak kami untuk membedakan tiga istilah kekeliruan informasi dalam istilah bahasa Inggris. Ketiga istilah ini memang lebih jelas saat menggunakan bahasa Inggris sih, emnurut saya. Lebih spesifik pemilihan diksinya.
Yuk, Membedakan Beragam Istilah Informasi Yang Salah
Jadi, ada tiga istilah hoax yang harus bisa kita pahami. Apa saja itu?
1. misinformation
Misinformasi adalah kesalahan yang tidak disengaja, seperti foto caption yang tidak akurat, data, statistik,atau ketika lelucon satire dianggap sangat serius. Menyebarkan informasi palsu yang menurutmu itu benar.
2. disinformation
Disinformasi biasanya berupa konten audio visual yang dibuat-buat atau dimanipulasi dengan sengaja untuk membuat teori konspirasi atau rumor yang menyebar luas di masyarakat.
3. malinformasi
Malinformasi adalah penyalahgunaan yang disengaja atau penyebarluasan informasi pribadi yang bertujuan menyakiti atau mengintimidasi.
Perjalanan Hoaks di Indonesia
Mengapa mudah termakan hoaks?
Cek Fakta dengan 5 Langkah Ini
- Cari sumber referensi tepercaya, yaitu website resmi institusi/organisasi (WHO, CDC, Kemenkes, dll).
- Kita juga bisa berdiskusi dengan orang yang ahli di bidang yang sedang dibahas. Cek juga jurnal ilmiah untuk lebih memahami pokok masalah. Kumpulan jurnal ilmiah bisa mudah diakses dari Scholar di Google Chrome.
- Cari informasi terkait dengan menggunakan kata kunci. Kata kuncinya yang kita gunakan bisa membuka referensi lebih luas lagi. Salah satu berita hoaks yang kemarin baru saja diklarifikasi pemerintah adalah Ivermectin. Obat ini diberitakan sebagai obat Covid-19. Usut punya usut Ivermectin adalah obat cacing. Kita bisa menggunakan kata kunci "Ivermectin for Covid 19, kandungan Ivermectin, obat Covid-19, dan sebagainya.
- Cek semua referensi tanpa batas. Biasanya kalau kita searching di Google, halaman pertama sebenarnya sudah bisa memberikan informasi primer yang dibutuhkan. Namun, untuk lebih meyakinkan, kita bisa mengeceknya di halaman 2, 3, hingga 5. Pengecekan referensi juga bisa dilakukan secara offline. Perpustakaan menjadi tempat jujugan yang utama. Di sana pasti banyak jurnal yang bisa kita akses untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari lalu lintas informasi.