Showing posts with label kesehatan mental. Show all posts

Bertemu Inner Child, Membasuh Luka-Luka Pengasuhan

Inner child, frasa yang makin sering kita dengar belakangan ini. Frasa berkonotasi negatif, frasa tentang luka-luka masa kecil akibat pengasuhan yang salah.

Sebelum istilah inner child mengemuka sebagai luka masa kecil akibat pengasuhan, saya mengira inner child adalah konsep yang menggambarkan sifat dan sikap kekanak-kanakan yang berpotensi dimiliki setiap orang.

Ternyata makin banyak membaca, bukan itu maksud dari inner child. Pengertiannya ternyata luka-luka masa kecil akibat pola pengasuhan orangtua atau lingkungan sekitar. Ternyata inner child ini jika tak dikelola dengan tepat bisa membahayakan. Kesehatan mentalnya dipertaruhkan.

Saya kira sepanjang menjadi orangtua, sebetulnya tak ada teori parenting yang paling benar. Semua teori punya kelebihan dan kekurangan. Semua teori tak berlaku mutlak karena manusia pada dasarnya unik. Namun, tetap ada standar parenting yang harus ditaati. Standar itu menurut saya adalah kasih sayang tulus.

Dalam ketulusan ada kepedulian dan respek. Bahkan seorang anak pun punya hak untuk dihargai. Karena itu, jika hak asasinya diciderai sejak ia belum mampu mengeja kata, betapa perih hatinya. Begitu dalam trauma yang dibawanya dalam perjalanan sebagai manusia.

Baca juga bagaimana cara kita menjaga kesehatan mental. 

Setiap orang saya kira pasti punya trauma. Yang membedakan tentunya cara mengelola trauma. Nah, berhubungan dengan manajemen trauma ini, Mbak Diah Mahmudah dan Mas Dandi Bindy dari Dandiah Care menjelaskan panjang lebar dalam webinar akhir pekan kemarin.

Tema webinarnya saya jadikan tulisan artikel ini. Bertemu Inner Child. Subhanallah betapa hati begitu pedih setiap ada kabar anak-anak yang kehilangan rasa aman, kasih sayang, dan perlindungan. Pun ketika seorang ibu yang depresi berat hingga tak sadar melukai anak-anaknya. Depresi akibat trauma masa kecil yang tak pernah disembuhkan malah ditambah luka-luka saat dewasa.

Tak hanya perempuan, laki-laki pun banyak yang harus berjuang mengatasi trauma masa kecilnya. Harus berusaha sekuat tenaga, semampu yang ia bisa tetap baik-baik saja meski inner child yang dia tanggung begitu beratnya. Akhirnya ketika tak sanggup lagi, ia melepaskan semuanya. Kesadaran hilang, perilaku tak lagi bisa dikendalikan.

Dalam presentasinya, Mbak Diah menjabarkan 7 tema luka pengasuhan. Saat membaca tulisan tersebut, saya mengecek satu per satu, adakah saya atau anak-anak saya  termasuk dalam salah satu tema tersebut? Sejauh ingatan yang terjangkau, kami baik-baik saja. Trauma mungkin ada, tapi tidak separah tema luka pengasuhan ini. 

Inner child, trauma masa kecil

Dampak Luka Pengasuhan

Selanjutnya, berdasarkan kajian psikologi, dampak luka pengasuhan ini serupa rantai yang sangat panjang dan bisa saja tak berkesudahan. 

1. Personal

Luka pengasuhan awalnya dirasakan sendiri lalu menimbulkan rasa self worth, dua wajah sosok insecure. Karena mentalnya sudah sakit, kondisi itu berpengaruh pada kesehata fisiknya. Ia bisa saja mudah sakit, badan lemah letih enggan beraktivitas dan bersosialiasi dengan orang lain. Namun demikian, ada juga yang sebaliknya. Tingkah lakunya normal biasa saja secara fisik, tetapi batinnya penuh gejolak, berkecamuk bagai badai.

2. Pre Marital

Imaji yang muncul akibat trauma luka yang belum sembuh menimbulkan trauma pada pernikahan. Imaji tentang orang-orang yang menyakitinya di masa kecil muncul hingga trauma pada sosok laki-laki atau perempuan.

3. Marital

Apabila ia memutuskan menikah, masalah bisa jadi semakin kompleks. Imaji-imaji masa lalu yang menghantuinya membuat ia sulit memercayai orang lain. Ia mudah tersinggung dan marah serta tidak mampu menjadi orangtua yang baik dan melindungi anak-anaknya.

4. Relasi Sosial

Kondisi emosional yang tidak stabil akibat masalah dalam diri sendiri  bisa memperburuk kondisinya. Di titik ini sangat penting uluran tangan orang-orang terdekat di lingkungan sekitar. Mereka yang memiliki inner child biasanya sangat kesepian di dalam hatinya. Ia butuh teman, butuh diperhatikan, dan disayangi.

Urgensi Belajar Ilmu Membasuh Luka Pengasuhan

Agar makin banyak jiwa yang terselamatkan, mari kita mulai dari diri sendiri menyembuhkan luka masa kecil dari kekerasan yang pernah dialami.

1. Kuratif

Ini merupakan metode pemulihan jiwa yang terluka. Agar pemulihan lebih terarah dan terpantau, sebaiknya kita mengikuti terapi atau workshop. Trainer atau terapis akan memberikan ilmu self healing untuk peserta workshop atau pasien terapinya. 

Inner child at 9 pm

2. Pencegahan

Pencegahan agar luka pengasuhan STOP DI KITA. 

  • Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah melepaskan semua rasa sakit di masa lalu. Lepaskan bukan dibuang. Melepas berarti menerima. Menurut sebagian orang, melepas = membanjiri hingga surut. Langkah ini membutuhkan waktu tidak sebentar. Jalani saja. Curhat bisa melegakan, tapi kalau curhat terus-menerus tanpa mencari jalan keluar untuk diri sendiri, kita sama saja memindahkan beban kepada orang yang kita curhati.
  • Langkah kedua apabila kita orangtua, kita bisa menerapkan modelling parenting yang jauh berbeda dengan cara orangtua kita atau lingkungan sekitar semasa kita kecil. Di titik ini, penting mempunyai pasangan yang bervisi misi sama menjalani pernikahan dan mengelola keluarga.
  • Banyak membaca hal-hal positif yang membuka hati dan pikiran. Ada yang menyarankan mendekatkan diri kepada Tuhan, cukup istirahat, melakukan hobi, bersosialisasi dengan orang-orang bervibes positif, dan sebagainya. 
---

Yup, sudah saatnya kita hentikan siklus menyakitkan. Kita tak mungkin menghapus kenangan buruk. Kita juga tak bisa mengendarai mesin waktu untuk memperbaiki keburukan di masa lalu. 

Di atas itu semua, kita masih punya harapan. Dia salah satu penghubung antara masa kini dan masa depan. Harapan membuat kita memiliki tujuan meski hidup dalam kegetiran. Harapan pula yang membuat hati kita senantiasa mensyukuri hal-hal kecil, sederhana, dan personal. 


5 Tips Menjaga Kesehatan Mental agar Survive Menjalani Kehidupan

Sepenting apa kesehatan mental menurutmu? Apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental kita? Dari manakah kesehatan mental bermula? Benarkah religiusitas berpengaruh pada kesehatan mental?


menjaga kesehatan mental
kesehatan mental bermula dari pikiran


Hasil swaperiksa Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia terhadap 4010 pengguna swaperiksa pada lima bulan pandemi Covid-19 di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • 64,8 persen pengguna mengalami masalah psikologis
  • 65 persen mengalami cemas
  • 62 persen mengalami depresi
  • 75 persen mengalami trauma
Masalah psikologis terbanyak ditemukan pada kelompok usia 17-29 tahun  dan usia lebih dari 60 tahun. Satu dari lima orang berpikir lebih baik mati ketimbang terus hidup dalam kondisi tidak menentu. Sebanyak 15 persen pengguna setiap hari memikirkan lebih baik mati dan 20 persen memikirkan itu beberapa hari dalam seminggu. (sumber: Harian Kompas, 11 Oktober 20210

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi depresi menjadi penyakit dengan jumlah terbanyak yang dialami publik pada 2030. Depresi perlu menjadi perhatian serius karena beban yang diakibatkan bisa lebih besar dari penyakit lain, seperti penyakit paru kronis, gangguan jantung iskemik, diabetes dan stroke.

Dua kondisi kesehatan mental paling umum, yakni depresi dan kecemasan menggerogoti ekonomi global.  sebesar 1 triliun dolla AS per tahun.

Terkait dengan kepedulian terhadap menjaga kesehatan mental, pada 6 Oktober 2021 silam, saya bersama teman-teman blogger mengikuti acara Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Perhelatan yang digelar secara daring ini mengambil tema "Mental Health in an Unequal World : Kesetaraan dalam Kesehatan JIwa untuk Semua."

Narasumber yang hadir pada acara tersebut adalah dr. Celestinus Eigya Munthe.Sp.KJ.MARS (Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza), Dr. Satti Raja Sitanggang, Sp.KJ - PDSKJI, Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog - Ketua Umum PP Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia), Bagus Utomo - Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), dan Romanus Ndau -  Komisi Informasi Publik (KIP) RI.

Dari semua pemaparan narasumber, saya menyimpulkannya dalam tulisan ini. Simpulannya adalah mendesaknya penanganan menjaga kesehatan mental setiap individu sebagai manusia dan warga negara.

3 Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Jiwa

Bagaimana kesehatan mental dalam jiwa kita memengaruhi kehidupan kita? Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan sepanjang kehidupan. Sehat jiwanya berarti sehat secara fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Sehat yang komprehensif dan holistik ini membuat seseorang bisa menjalani hidupnya secara mandiri dan produktif serta mampu berkontribusi pada lingkungan sekitar. 

Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, Dr. Satti Raja Sitanggang, SP.KJ memaparkan tiga faktor yang memengaruhi kesehatan jiwa. Ketiga faktor tersebut bisa kita lihat dalam infografis berikut
menjaga kesehatan mental
Tiga Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Jiwa


Kesehatan jiwa harus dijaga sejak janin dalam kandungan. Karena itu, ibu hamil idealnya tidak boleh stress. Namun dalam praktiknya tekanan pekerjaan, tuntutan peran dalam keluarga dan masyarakat seringkali memicu stress pada ibu hamil. Terlebih setelah melahirkan, baby blues acapkali tak bisa dihindari.

a. Faktor Biologis
Kondisi ibu saat mengandung termasuk dalam faktor biologis yang memengaruhi kesehatan jiwa janinnya. Faktor biologis itu di antaranya infeksi selama kehamilan, kelahiran prematur, komplikasi pasca melahirkan, malnutrisi, dan terpapar obat-obatan. 

Faktor biologis lain adalah narkoba, cidera, penyakit fisik, genetik, olahraga, diet, dan sebagainya. Selain kondisi ibu hamil, faktor biologis yang lain bisa berpengaruh secara positif atau negatif pada kesehatan jiwa seseorang.

Mengapa genetik termasuk dalam faktor biologis yang memengaruhi kesehatan jiwa? Karena keluarga yang mempunyai rekam jejak sakit jiwa bisa berpengaruh secara tidak langsung pada anggota keluarga lain. 

Kondisi ini serupa dengan yang disampaikan Jung tentang "Until you make the unconscious conscious, it will direct your life.."

Kita bisa saja menganggap hal-hal yang dilakukan melampaui kesadaran yang benar karena hal tersebut sudah melekat dalam keseharian. Akhirnya yang menyimpang itu dianggap sebagai suatu kewajaran. Di situlah penyimpangan mulai menjadi bagian dari keseharian kita.

b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang memengaruhi kesehatan jiwa biasanya berhubungan dengan faktor internal dalam diri setiap orang.

Faktor psikologis tersebut di antaranya adalah nilai-nilai yang diyakini benar hingga membentuk kepribadian seseorang. Kemampuan menyelesaikan masalah, resiliensi menjalani onak duri kehidupan. Perasaan atau emosi saat berhadapan dengan konflik. Bias kognitif atau sesat pikir dan kecerdasan intelektual atau IQ.

c. Faktor Sosial
Pola asuh keluarga merupakan salah satu faktor sosial yang memengaruhi kesehatan jiwa. Pola asuh keluarga biasanya membentuk cara seseorang bergaul di masyarakat, termasuk di dalamnya berelasi dengan banyak orang. 

Kondisi ekonomi dan latar belakang pendidikan juga berpengaruh. Media yang dibaca atau digunakan untuk berinteraksi. Pekerjaan juga termasuk dalam faktor sosial yang memengaruhi kesehatan jiwa. Apalagi kalau ia bekerja di tempat yang tidak disukai dengan beban kerja berat, tapi tak berdaya karena harus menghidupi keluarga. 

Dari banyak contoh di atas, trauma menempati posisi teratas dalam memengaruhi kesehatan jiwa. KDRT, diskriminasi, bencana, perang, trafficking, dan perundungan bisa membuat seseorang menjadi sangat tertutup atau malah sebaliknya.

5 Tips Menjaga Kesehatan Mental 

Setelah tahu faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan mental, kita juga wajib paham cara menjaga kesehatan mental kita. Ketiga faktor tersebut menjadi gambaran penyebab seseorang mengalami gangguan kesehatan mental.

Penting banget buat kita tahu cara menjaga kesehatan mental. Tujuannya tentu saja supaya terhindar dari depresi atau stress berat berkepanjangan. Berikut ini 5 tips menjaga kesehatan mental yang bisa kita lakukan dalam keseharian.

1. Bicarakan perasaanmu atau kondisimu kepada orang-orang tepercaya
Di sinilah pentingnya sahabat, saudara, orangtua, pasangan hidup, atau bahkan binatang peliharaan hingga tanaman kesayangan. 

Berbicara bisa menjadi salah satu cara melegakan perasaan atau pikiran yang mengganjal. Saat membicarakan perasaan, seringkali kita hanya ingin didengarkan. Karenanya, berbagilah dengan mereka yang sangat tepercaya. Yang benar-benar peduli bukan penasaran apalagi ingin menyudutkan.

Binatang peliharaan atau tanaman kesayangan sebenarnya bisa menjadi kawan setia yang merespons cerita kita dengan cara mereka. Banyak orang yang sudah melakukan cara ini. Dan itu efektif. :)

2. Tetap Aktif
Para ahli percaya dengan beraktivitas rutin, seperti olahraga, jalan-jalan di taman, berkebun, atau mengerjakan pekerjaan rumah bisa memproduksi hormon serotonin yang membuat kita merasa lebih baik. 

Saya sudah membuktikannya. Saat pikiran sedang ruwet, hati galau tak tentu, bersepeda atau yoga bisa membuat hati dan pikiran saya rileks.

Akan jauh lebih efektif apabila kita berolahraga secara teratur. Keteraturan tersebut mengembangkan self esteem, membantu kita berkonsentrasi, dan kualitas tidur menjadi lebih baik.

Para ahli menyarankan agar kita beraktivitas fisik secara rutin tiga puluh menit minimal dalam lima hari setiap minggunya.