Perjalanan Mencari Esensi Kehidupan




www.pixabay.com

Seorang sahabat lama yang belasan tahun menghilang, tiba-tiba mengontak saya. Tentu saja saya gembira sekaligus terkejut menerima teleponnya. Keterkejutan saya semakin menjadi mendengar kisah hidupnya selama kurang lebih sebelas tahun terakhir. Ia menghilang karena sibuk dengan perjalanannya mencari Tuhan.

Perjalanan mencari Tuhan tidak dialami oleh semua orang. Pun saya, yang notabene lulusan filsafat. Karena saya lulusan filsafat, saya merasa setengah diri saya adalah filsuf. Klaim yang sombong. hehehe...Meskipun mengklaim setengah diri saya adalah filsuf, saya tetap membatasi diri ketika masuk hutan belantara pencarian Tuhan.

Sedikit intermezzo, berbulan-bulan lalu, saya bermimpi berdiskusi dengan seorang teman. Saya lupa persis isi diskusinya. Yang masih kelas saya ingat adalah pertanyaan teman saya,"Gimana kalau nggak ada jalan keluar?"
Di mimpi itu dengan mantap saya menjawab,"Kan ada Allah."


Saat bangun, saya langsung kagum sama diri sendiri. Di alam bawah sadar pun, saya sudah religius. Halah. Lebay yak? Hahaha...Anyway, kalimat penuh keyakinan di mimpi itu pula  yang membuat saya semakin yakin pada keyakinan saya terhadap eksistensi Tuhan. Meskipun saya tidak melakukan pencarian yang radikal seperti sebagian teman-teman, hati kecil saya juga mencari. Bedanya pencarian yang sangat hati-hati. 


Saya tidak berani membiarkan diri saya ada di hutan belantara pencarian ketuhanan. Hasilnya memang berbeda dengan teman-teman yang mencari dengan pembebasan sebebas-bebasnya. Apa sih pembebasan sebebas-bebasnya? Contoh sederhananya ia melepaskan keyakinannya, melepas atribut yang selama ini menjadi identitasnya, dan sebagainya.


Saya akui, saya tidak seberani itu. Meskipun di bangku kuliah, porsi belajar tentang esensi segala hal dalam kehidupan jauh lebih besar dari teman-teman yang hanya belajar Filsafat di semester 1 dan 2. Proses pencarian saya pun tidak dimulai saat belajar Pengantar Filsafat di semester 1. Atau saat  mengupas teori-teori dasar pemikiran para filsuf di zaman Socrates, Plato, dan Aristoteles. 


Saya masih bergeming saat Mazhab Frankfurt menggoncang pemikiran sebagian teman-teman. Atau saat Baudrillard dan teori simulakranya menjangkiti keyakinan sahabat-sahabat. Bahkan saat Nietzsche bilang,”Tuhan sudah mati,” saya tidak peduli.  Atau ketika Marx bilang,”Agama itu candu, saya tetap membutuhkan agama.  Saya pun tidak terlalu peduli dengan Foucault  yang sempat membuat teman-teman terkagum-kagum. Selama lima tahun berguru di fakultas Filsafat, filsuf yang sangat berkesan di hati hanya dua : Immanuel Kant dengan Imperatif Kategoris-nya dan Ludwig Wittgenstein dengan Language Games-nya.


www.pixabay.com
Hingga hari ini, saya masih berpegang pada pemikiran Kant, “Lakukan kebaikan karena kebaikan itu sendiri bukan karena imbalan atau alasan lain.”  Sementara pemikiran Wittgenstein yang menjadi pegangan hingga hari ini,”Apabila tidak bisa dibicarakan lagi, lalui dengan diam.”


Dari pemikiran kedua filsuf itu, saya tarik benang lain yang mengikat dua pemikiran itu. Benang pengikatnya saya ambil dari pemikiran Nietszche,”Apa pun yang tak membuat kita mati, akan menguatkan kita.” Yup, saat kita merasa sakit dengan kondisi yang tidak nyaman, tetapi kita harus tetap berbuat baik dan dalam kesulitan itu,kita takpunya lagi daya untuk menyampaikan ketidaknyamanan dengan kata-kata, diam menjadi jalan terbaik. 


Itulah yang tersisa dari perjalanan saya selama nyantri di fakultas Filsafat. Lalu, bagaimana dengan pencarian esensial yang sangat khas dengan mahasiswa Filsafat? Pencarian eksistensi Tuhan; pencarian keyakinan yang benar. Jujur, saya tidak terlalu melibatkan diri dengan dua hal itu. Saya lebih fokus pada filsafat manusia. Pada esensi kemanusiaan bukan pada eksistensi Tuhan. Meskipun sebenarnya eksistensi itu akan dipertanyakan saat kita bicara kemanusiaan. Kegelisahan yang menyebabkan Nietszche bilang,"God is dead."


Saya menerima apa adanya yang sudah melekat pada diri saya. Meskipun pada setiap diskusi Filsafat saya bisa berbusa-busa bicara tentang dua hal itu, saya menempatkannya cukup pada keliaran berpikir saja. Tidak saya biarkan masuk terlalu jauh ke dalam hati dan jiwa saya. Saat sahabat lama saya bercerita betapa ia jatuh bangun mencari hal esensial dalam hidupnya sehingga ia nyaris berpindah agama, nyaris putus asa dengan hidup yang sudah dijalaninya, pikiran nakal saya bilang,"Untung dulu saya nggak seserius itu cari Tuhan dan mempertanyakan Islam."


Saya sempat bertanya tentang Tuhan setelah menikah. Saya bertanya,"Apakah Tuhan adalah waktu? Karena di setiap proses kehidupan manusia, selalu ada pernyataan,"Waktu akan menyembuhkan segalanya."  Atau ada juga pernyataan,"Akan indah pada waktunya."


"Apakah Tuhan adalah waktu? Atau apakah Tuhan mengirimkan segala sesuatu lewat waktu? Jadi, apakah waktu itu?" mbulet yak? hehehe...


Seorang senior yang baik hati, saya menyebut dia sebagai mentor saya, menyarankan saya membaca buku Heidegger. Ia seorang filsuf sejarah. Bukunya berjudul Being and Time. Heidegger menjelaskan panjang lebar tentang hubungan antara Yang Ada dan perjalanan waktu. Saya akan menulis tentnag buku ini di tulisan lain. Buku yang rumit, tersendat-sendat saya berusaha memahaminya. Betul memang. Kita tidak bisa sendirian dalam pencarian. Butuh Mentor, dia yang akan membimbing dan menjadi kawan diskusi hingga pertanyaan-pertanyaan terjawab.


Nah, sayangnya, tidak semua pencarian berhenti dengan happy ending. Seorang teman berhenti mencari setelah taksanggup lagi berdampingan dengan kanker otak yang dideritanya. Sahabat lama saya ini berhenti mencari setelah ia bercerai. Teman lain berhenti mencari setelah pindah keyakinan, teman yang lain berhenti mencari setelah orangtuanya meninggal dan sang kakak sakit jiwa.


Duh, kok banyak yang mengerikan ya? Tenang, yang berhenti mencari tanpa ada tragedi pun banyak kok. Yang pasti sih, berani mencari, berani terima konsekuensi. 


Gathering Netizen MPR, Ketua MPR Serukan Persatuan Bangsa




Gathering Netizen MPR RI Desember ini berbeda dengan Gathering  Netizen  MPR RI Mei lalu. Apa saja perbedaannya? Pertama, acara berlangsung lebih singkat. Acara dimulai pukul 14.00 dan berakhir secara formal sekira pukul 17.00. Di bulan Mei lalu, acaranya berlangsung seharian, sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00. Kedua, ini yang paling menarik. Acara tidak dibuka dengan pemaparan lebih dahulu dari Ketua MPR sebagai pembicara tunggal. Pak Ketua, begitu Zulkifli Hasan meminta Blogger BDG memanggil dirinya, membuka acara dengan memberi kesempatan pada Blogger BDG untuk menyampaikan uneg-uneg mereka  tentang apa saja. 


foto: parmadi
Kesempatan emas ini tentu saja dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh saya dan teman-teman dari Blogger BDG. Berbagai pertanyaan dan pernyataan disampaikan kepada Pak Ketua. Mulai dari keluhan tentang langkanya tabung gas 3 kg, persoalan sampah, curhat politik perkawanan, harapan adanya undang-undang yang jelas tentang perbukuan dan kesejahteraan penulis, masalah korupsi, SARA, dan lain sebagainya. Diskusi gayeng pun terbangun. Respons Pak Ketua terhadap antusiasme netizen pun menyenangkan. Serius, tapi santai.


Dalam setiap jawabannya, Zulkifli Hasan menekankan pentingnya kesadaran. "Kesadaran itu penting," tegas Zulkifli Hasan. Seharusnya setiap orang mempunyai kesadaran dalam menjalani perannya sebagai warga negara. Dengan kesadaran itu, setiap warga negara Indonesia pasti bisa memahami dalamnya makna Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa. 


Roadshow gathering Netizen di beberapa kota di Indonesia merupakan salah satu upaya
suasana saat gathering (foto : dedew)
MPR untuk memasyarakatkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Acara ngobrol bareng MPR ini penting untuk mengajak netizen berkontribusi dalam upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia. Wih, segenting itukah kondisi negara kita?


Genting atau belum seharusnya tidak dijadikan parameter untuk membangun kesadaran kolektif rakyat Indonesia menjaga keutuhan bangsa. Kita bisa becermin pada Pilpres 2014 silam atau Pilkada Gubernur DKI yang menggoncangkan sosmed akibat perseteruan dua kubu. Perseteruan itu sayangnya takselesai saat pilpres dan pilkada usai. Perseteruan masih berlanjut hingga hari ini meskipun tidak sepanas dulu. Perseteruan itu serupa api dalam sekam; serupa bom waktu. Bisa meledak kapan pun jika kita sebagai rakyat abai terhadap kesadaran kolektif bahwa negeri ini dibangun dari keragaman latar belakang sosial geografis.

Baca : Mari Menjaga Indonesia

Kesadaran itu pula yang seharusnya menjadi panglima bagi pola pikir dan perilaku setiap manusia Indonesia. Mengapa demikian? Saya teringat cerita Pak Jokowi tentang pesan dari Presiden Afghanistan yang dimuat di harian Kompas. "Hati-hati negaramu, hati-hati negaramu. Di Afghanistan hanya ada 7 suku, negaramu memiliki 714 suku. Kurang lebih 30 tahun lalu, dua suku bersengketa. Karena tidak ditangani dengan benar, hingga hari ini sengketa itu berubah menjadi peperangan yang sulit didamaikan." (Kompas, Oktober 2017)

Jika tidak ada yang menjaga kesadaran kolektif betapa beragamnya Indonesia, tidak mustahil nasib Indonesia akan sama seperti Afghanistan. Saya ngeri membayangkannya. Perang merenggut segalanya. Kita bisa berkaca pada negara-negara di Timur Tengah; di Afrika. Tak ada yang tersisa kecuali kenangan buruk.  Karena itu, penting bagi rakyat Indonesia merawat negara bersama-sama. Perbedaan suku, agama, dan status sosial bukan halangan untuk tetap satu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Blogger bisa menjadi cyber army
Di titik ini, di manakah peran MPR? MPR sebagai lembaga tinggi negara bertugas memasyarakatkan Pancasila, UUD NRI tahun 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR. Berdasarkan tugas itulah, roadshow gathering netizen diselenggarakan. " Visi utama MPR adalah menjadi rumah kebangsaan agar merah putih tidak terkoyak," jelas Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan  menutup acara ngobrol santai sore itu.

Sayangi Sampah, Lingkungan Menjadi Indah

Pada hari Minggu, 19 November 2017 lalu, Balitbang PUPR mengadakan acara di Car Free Day (CFD) Dago. Acara ini bertajuk Ciptakan Lingkungan Sehat dengan Inovasi Balitbang.

Sambutan dari Sekretaris Balitbang (dok.pribadi)
Acara ini dipusatkan di halaman Eduplex Dago. Ada panggung kecil, spanduk berdiri, dan meja informasi tentang hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan Balitbang PUPR.

Dalam sambutannya, Sekretaris Badan Litbang, Herry Vaza, mengatakan bahwa kegiatan ini perdana digelar di car free day Bandung. Dalam kegiatan ini pula, Balitbang sebagai badan yang bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang perumahan dan permukiman memperkenalkan teknologi seputar banjir, sampah, serta aspal plastik kepada masyarakat. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan wawasan masyarakat terhadap inovasi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang PUPR.

Banyak hasil penelitian dan pengembangan yang sudah dilakukan Balitbang PUPR. Pada acara di hari Minggu lalu, hasil-hasil itu bisa dilihat di pamflet yang bisa diperoleh di meja informasi. Bahan utama dari penelitian dan pengembangan itu adalah sampah. Sampah yang selama ini dipandang tak berguna, Balitbang bisa mengolahnya menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Di sinilah peran ilmu pengetahuan menyejahterakan manusia.

Ada yang menarik dari ungkapan Sekretaris Balitbang, "1 kg sampah = 1 kg ikan". Kok bisa ya? Ternyata ungkapan itu merupakan simpulan dari menumpuknya sampah yang tidak terurus sehingga merusak lingkungan, mengancam kehidupan.

Sampah ternyata ada di perut ikan; di perut ayam. Kondisi yang mungkin tidak terbayangkan oleh sebagian besar orang. Karena pengelolaannya tidak tepat, sampah pun bertebaran di mana-mana. Wajar jika slogan dari sampah oleh sampah untuk sampah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Sebenarnya, citra slogan itu bisa diubah menjadi positif apabila kita mengetahui cara hidup berdampingan dengan sampah. Untuk itu, Balitbang melalui berbagai hasil penelitian dan pengembangannya mengenalkan kepada masyarakat tentang cara hidup berdampingan dengan sampah.

Menurut Balitbang, kesadaran substansial yang harus dimiliki adalah kesadaran mengelola sampah sejak dari dapur kita. Mengapa dari dapur? karena sampah terbanyak berasal dari dapur. Persentasenya saja sebesar 50%. 

Wawancara Blogger Bandung dengan Balitbang (dok.pribadi)
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memilah sampah. Pisahkan sampah organik dan nonorganik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makanan. Pasti banyak sisa nasi, sayur,buah, daging, dan masakan lain yang tidak habis dikonsumsi. Tempatkan sampah organik itu di kantong plastik yang sudah dialasi kerikil agar sisa-sisa airnya tertampung dibawah kerikil.

Oh ya, sebelum ditaruh di kantong plastik, pastikan kita memeras sisa-sisa makanan itu hingga tetesan airnya tidak mengalir lewat sela-sela jari kita lagi. Cara menuntaskan kandungan air ini bertujuan agar proses pembuatan kompos tetap bersih, tidak dikunjungi kecoa dan teman-temannya.

www.paktani.net
Sampah nonorganik adalah sampah yg terdiri dari plastik, kertas,botol,dan sebagainya. Tempatkan juga sampah nonorganik di kantong yang berbeda. Sangat baik jika kita pun memilah sampah-sampah nonorganik. Kantong-kantong plastik ditaruh di tempat yang berbeda dengan botol, bungkus-bungkus makanan lain.

Pemisahan jenis-jenis sampah nonorganik ini ada tujuannya juga. Bungkus-bungkus minuman dan makanan bisa diolah lagi menjadi tas, tempat tisu, dompet, dan sebagainya. Karena itu,agar mudah mengolahnya, bungkus-bungkus itu harus dibersihkan dari sisa-sisa makanan dan minuman yang ada di dalamnya.

Sementara itu, kresek alias kantong plastik diolah untuk hal yang lain. Ternyata kresek bisa diolah menjadi bahan campuran pembuatan jalan. Teknologi ini namanya teknologi tambal cepat mantap. Bersama aspal, kerikil, dan bahan lain, kresek berjasa menjadi bahan pembuat jalan.

Menurut Pak Tedy, Kasi Pelayanan Pengerasan Jalan, untuk 1 ton hotmix,dibutuhkan 3,6 kg kresek atau kantong plastik. Penggunaan kantong plastik juga mengurangi pemakaian semen dalam proses pembuatan jalan. Ternyata, 1 kg semen = 1 kg gas rumah kaca. Luar biasa.

Sejauh ini, sudah ada tiga daerah di Indonesia yang menggunakan kresek dalam campuran pembuatan jalan. Tiga daerah itu adalah Bekasi, Makassar, dan Bali. Di Bekasi, jalan aspal yang menggunakan kresek sepanjang 600 meter. Ternyata sebagian besar sampah kresek di tiga tempat itu didatangkan dari Bandung!

uji coba aspal plastik di Bekas (www,binamarga.pu.go.id)





Sampah, bagaimana pun tidak sukanya kita padanya, ia tetap ada. Ia bisa menjadi lawan atau kawan, tergantung cara kita mengelolanya.



Tips Pemberian MPASI di Kelas Laktasi Bulanan Melinda Hospital Bandung





dok.melinda hospital

Ternyata, di Melinda Hospital ada kelas laktasi yang diselenggarkan sebulan sekali lho, Ibu-Ibu.  Kelas ini free charge alias gratis.  Program yang bagus banget dan tentu sangat bermanfaat. Rumah sakit berkonsep galeri ini dikenal sebagai rumah sakit ibu anak yang mempunyai dan memberi pelayanan maksimal kepada ibu dan bayinya. Meskipun saya baru sekali periksa kandungan di sini di bulan Oktober setahun lalu, saya mengiyakan penilaian itu.
Awalnya saya juga nggak tahu kalau ada kelas laktasi bulanan di Melinda Hospital.  Kebetulan Teh Ike dari Melinda mengundang dua orang blogger dari Blogger Bandung untuk hadir di acara kelas laktasi. Kelas laktasi November ini  diadakan pada hari Sabtu, 18 November lalu.
Nama kelasnya pas banget dengan kondisi saya saat ini, ibu menyusui. Akhirnya berangkatlah saya kelas laktasi bersama teman blogger, Teh Uwien.. Diadakan di lantai M, ruang Gym. Lantainya berkarpet hangat. Kursi-kursinya penuh. Ada yang membawa bayinya seperti saya, ada yang datang bersama personil lengkap, bayi dan ayah sekaligus, ada juga yang datang sendirian.
Tema bulan ini adalah Tips MPASI sehat untuk bayi ASI. Pembicaranya dr. Stella tinia,M.Kes., IBCLC.  Penyampaian materi seputar tips MPASi ini disertai gambar-gambar dan penjelasan yang mudah dipahami.
Dari penjelasan dokter Stella, ada sepuluh prinsip MPASI pada bayi ASI :
1.  1.   ASI eksklusif selama 6 bulan dan memulai MPASI pada usia 6 bulan.      Setelah 6 bulan ASI eksklusif, kebutuhan nutrisi bayi tidak dapat tercukupi hanya dari ASI. Karena itu, MPASI dibutuhkan. Selain itu, di usia 6 bulan, bayi biasanya sudah menunjukkan tanda siap makan. Ia sudah dapat duduk tegak tanpa dibantu. Bayi sudah terlihat tertarik dengan aktivitas makan. Mulutnya sudah membuka setiap kali disodori sesuatu meskipun itu bukan makanan. Kemampuan menggenggamnya pun mulai berkembang.
2.       Mempertahankan menyusui sampai usaia 2 tahun atau lebih.
Untuk bayi usia 12-23 bulan, ia membutuhkan ASI  500 ml/hari. Jumlah ASI itu untuk memenuhi 35-40% energi harian.  Bayi masih membutuhkan ASI meski sudah menerima MPASI karena ASI tetap menjadi sumber cairan dan nutrisi penting terutama saat sakit. Pada saat sakit itu, biasanya selera makan bayi menurun. Selain itu, ASI bermanfaat menurunkan risiko penyakit kronis, obesitas, dan meningkatkan fungsi kognisi.
3.       Responsive feeding:
·         Suapi bayi di usia 6-12 bulan
·         Bantu anak makan sendiri di usia 12 bulan ke atas.
·         Peka tanda lapar dan kenyang
·         Sabar memotivasi bukan memaksa.
·         Kombinasikan jenis, rasa, tekstur, dan metode memasak yang berbeda untuk mengatasi sulit makan.
·         Makan tidak sambil menonton atau bermain
·         Membiasakan makan bersama keluarga
4.       Persiapan dan penyimpanan MPASI dengan baik
Langkah pertama tentu ibu harus mencuci tangan sebelum menyiapkan makan. Begitu pula saat akan menyuapi bayi. Ibu dan bayi harus mencuci tangan lebih dahulu. Simpan MPASI di tempat yang bersih;bebas kuman dan sajikan segera. Jika kita memasak dalam jumlah cukup banyak, hangatkan MPASI dengan mengukusnya.
5.       Jumlah MPASI sesuai kebutuhan bayi.
Awali pemberian MPASI dalam jumlah sedikit. Bertahap ditingkatkan. Usia 6-8 bulan, berikan bayi 2-3 sendok makan MPASI. Selanjutnya, 9 -11 bulan, MPASI bisa diberikan 6-7 sendok makan ( mangkuk). Di usia 12-24 bulan, jumlah MPASI bisa sebanyak 250 ml atau  – 1 mangkuk .
6.       Konsistensi makanan sesuai tahapan usianya.
Usia 0 – 6 bulan menghisap dan menelan ASI sebagai makanan cair (gambar bayi).
(gambar bayi) DI usia 6-7 bulan, bayi belajar mengunyah dengan menggerakkan rahang ke atas dan ke bawah. (gambar bayi) Berikan pure (makanan yang dilembutkan) dan biskuit di usia ini. Saat bayi mulai menggigit dan mengunyah di usia 7-12 bulan, kita bisa memberinya makanan cincang dan finger food, seperti wortel, apel, seledri yang batangnya besar. Makanan keluarga sudah bisa diberikan saat usianya 12-24 bulan karena ia sudah bisa mengunyah berputar. Biasanya di usia ini giginya sudah mulai banyak sehingga stabilitas rahannya berkembang baik.
8.       Kandungan gizi mencukupi kebutuhan bayi
9.       Penggunaan suplemen vitamin mineral atau bahan fortifikasi untuk ibu dan bayi
10.   Meningkatkan pemberian makan saat  dan setelah sakit.
Saat sakit, perbanyak asupan cairan dan ASI. Jika ASI sudah berkurang setelah bayi berusia 6 bulan, apa yang bisa dilakukan?
*      ASI sebanyak 300-500 ml/hari sudah mencukupi kebutuhan bayi . Jadi, tidak harus diberisusu formula.  
*      Bayi membutuhkan cairan tambahan 400-600 ml/hari atau lebih jika cuaca panas. Cairan tambahan ini bisa dari air putih atau jus.
*      Frekuensi makan 4x sehari.
Dokter Stella juga mengingatkan bahwa sumber makanan terbaik adalah makanan lokal yang dimasak dalam keadaan segar. Jadi, ikan lele yang masih fresh lebih baik ketimbang ikan salmon beku.
Usai menyampaikan materi, dokter Stella memberi kesempatan pada para ibu untuk bertanya. Banyak yang mengacungkan jari, tapi yang bisa terakomodasi tentu tidak bisa semuanya. Namun, semoga semua pertanyaan dan jawaban yang diajukan bisa menambah informasi dan wawasan baru bagi para ibu yang hadir.
Acara selanjutnya adalah bagi-bagi doorprize. Yang menarik di acara ini adalah penerima doorprize bukan hanya pengundian nomor doorprize yang diberikan saat registrasi. MC juga memberikan doorprize pada ibu yang pertama datang dan ibu yang rutin mengikuti kelas selama tiga bulan terakhir.
Pukul 12.00 WIB acara selesai. Saat keluar ruangan, kami menerima snack dan goodie bag. Isi goode bagnya bikin bahagia. Ada feeding set, shampoo, cream antialergi, dan breastpads. Semuanya disponsori Pigeon. Merek produk favorit saya sejak anak pertama. Terima kasih kelas laktasi Melinda Hospital. Saya akan datang di kelas laktasi Desember depan.

Oh ya, untuk para ibu menyusui atau ibu hamil yang ingin datang ke acara bulanan ini bisa mengecek jadwalnya di website melinda hospital atau IG @melindahospital :)