Inspirasi Karya Pramoedya dan Nh. Dini bagi Saya

Adakalanya pilihan yang diambil di masa kini terinspirasi dari banyak hal di masa lalu, salah satunya buku - buku yang pernah kita baca. Saya kira pasti banyak yang mengalaminya. Untuk sebagian orang, ada yang mengingat penulisnya. Ada juga yang hanya ingat isi bukunya, tapi lupa banget siapa penulisnya. 

Saya sendiri cenderung mengingat penulis buku - buku yang memengaruhi cara saya memandang dunia dan kehidupan yang berjalan di dalamnya. Dari sekian buku yang saya baca, dari sekian penulis yang berpengaruh dalam pola pikir saya, ada dua nama yang saya akui berperan sangat penting dalam perjalanan saya sebagai perempuan dan manusia.

Pramoedya Ananta Toer

Saya mengenal karyanya pertama kali pada tahun 2000. Kala itu, saya duduk di semester empat. Selepas mengisi diklat jurnalistik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, panitia memberi buku Bumi Manusia sebagai cindera mata. Perasaannya double saat itu. Bumi Manusia menjadi buah dari hasil sebagai pemateri jurnalistik pertama kali dalam hidup saya kala itu. Perasaan lain karena selama ini sering mendengar nama besar si penulis, tapi belum benar - benar membaca karyanya.

Bumi Manusia menjadi pintu pembuka bagi saya mengenal nasionalisme. Novel ini pun menjadi catatan penting di ingatan saya tentang seorang intelekual harus suci sejak dari pikiran. Tiga judul lanjutannya dari tetralogi Pulau Buru, yaitu Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah kaca membuka mata saya tentang tajamnya pena mengubah dunia.


Saya kira perjalanan Minke sebagai penulis hingga ia berhasil mendirikan surat kabar pertama di Indonesia menjadi inspirasi terkuat bagi saya untuk tetap berkecimpung di dunia penulisan sejak mahasiswa hingga hari ini. Dalam tetralogi Pulau Buru, Pramoedya juga menceritakan perempuan - perempuan mandiri yang tahu dan yakin dengan jalan yang dipilihnya. Sebutlah beberapa nama, seperti Nyai Ontosoroh, Annelies, dan dua istri Minke lainnya. 

Sebenarnya saya sudah tidak terlalu bisa bercerita secara detail bagaimana pikiran - pikiran Pram memengaruhi cara berpikir saya. Yang paling membekas di ingatan dari semua karyanya adalah keberanian dan kemandirian. Ketika saya sudah mulai lupa, saat menonton musikalisasi puisi Pram di Kompas TV, saya seolah diingatkan lagi. Begini kurang lebih isi puisinya,

"Kita adalah manusia yang seharusnya bisa menciptakan kenyataan - kenyataan baru bukan mengekor belaka."
Begitu saya mendengar kalimat itu, saya seolah disadarkan tentang proses yang saya jalani sehingga membentuk diri saya saat ini. Saya kemudian mempertanyakan apakah Pram juga yang memengaruhi saya sehingga saya selalu vokal jika ada yang tidak sreg dengan pikiran  dan hati saya? Wallahualam.

Yang pasti semua karya Pram mengajarkan saya banyak hal, di antaranya adalah menghargai kemanusiaan, berani, dan mandiri. Menghargai kemanusiaan maknanya mengakui kelebihan dan kekurangan manusia, tidak menjudge juga tidak memuja berlebihan. 

Berani bukan berarti takpunya rasa takut.  Berani adalah berhasil mengatasi rasa takut. Sementara kesadaran untuk mandiri akan membuat kita merdeka dari ketergantungan. Yang pasti adalah diri sendiri.

Saya pun mengenal dan memahami nasionalisme dari karya - karya Pram. Tetralogi Pulau Buru menjelaskan dengan lugas makna nasionalisme. Nilai itu tersurat dan tersirat dalam perjuangan Minke. Melalui pena, ia berjuang mengangkat derajat masyarakat pribumi agar setara dengan masyarakat Eropa karena sejatinya kita sama - sama manusia. 


Pram menulis kehidupan di negeri ini berikut kegelisahan serta kritik pedasnya. Tentang in

trik politik, penindasan, ketidakadilan, harapan kemerdekaan, dan kebebasan menjalani kehidupan. Salah satunya dalam novel Arus Balik yang bercerita tentang kehancuran Kerajaan Majapahit dan masuknya Islam di Jawa. 

Konspirasi politik dalam novel Arus Balik sempat membuat saya rada shock. Pram menulis ada intrik politik yang dilakukan Raden Patah dan salah satu Sunan dari Wali Songo. Intrik politik itu berujung pada perebutan kekuasaan. Wallahualam. Yang pasti dari peristiwa itu saya menyimpulkan penulisan masuknya Islam tergantung pada siapa penulisnya. Sejarah bergantung pada sudut pandang sang penulisnya. 

Nh. Dini

Sebenarnya saya mulai membaca serius semua karya Nh. Dini pada tahun 2009. Kebetulan jarak antara perpustakaan umum Kota Sukabumi dan kantor tempat saya bekerja hanya selemparan batu. Apalagi banyak referensi buku sastra di sana. Jadi, setiap jam istirahat siang, saya selalu menyempatkan diri ke perpustakaan. 

Sebenarnya banyak buku sastra menarik yang saya pinjam dan baca dari perpustakaan saat itu. Namun, karya - karya Nh. Dini melekat di hati. Mulanya memang bermula dari ketertarikan saya pada nilai - nilai spiritual yang beliau tulis dalam semua karyanya. 

Saya menyebutnya dengan spiritualitas perempuan Jawa. Keberserahan pada nasib, tetapi tidak pasrah begitu saja tanpa berbuat apa - apa. Spiritualitas ini kurang lebih sama dengan ajaran Tao di Cina. Mengikuti aliran air, tapi tidak hanyut. Kurang lebih begitu pemahamannya.

Saking penasarannya dengan spiritualitas yang ditulis Nh.Dini, saya ingin berjumpa dan berdiskusi banyak hal dengan beliau. Kebetulan spiritualitas adalah bidang yang saya geluti semasa kuliah di Filsafat dulu. Oh ya, spiritualitas bukan mistis. Spiritualitas adalah pengalaman personal dan perspektif setiap orang dalam memahami pesan - pesan kehidupan.

Serial autobiografi yang ditulis Nh.Dini menyiratkan spiritualitas Jawa yang sangat dalam. Pun dalam karya -karyanya yang lain, seperti Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, Jepun Negerinya Hiroko, Dari Parangakik ke Kampuchea, Istri Konsul, dan sebagainya. Keyakinannya yang amat kuat pada Gusti Allah membuat ia menjalani takdir dengan keberserahan penuh. Meskipun tinggal lama di Prancis berikut pergaulannya, ia tetap perempuan Jawa yang terikat pada kepercayaan leluhur. 

siswiyantisugi.com


Kekaguman dan rasa penasaran saya pada proses kreatif  Nh. Dini membuat saya mengontak Artie Ahmad, cucu spiritualnya agar bisa bertemu beliau. Akhirnya, pada Mei 2016, saya lupa tanggal persisnya, saya berkesempatan berjumpa dengan beliau di Kota Semarang.

Beliau bercerita panjang lebar tentang proses kreatifnya di dunia penulisan. Beliau biasa berpuasa saat menyelesaikan tulisan. Tujuannya untuk membersihkan hati dan pikiran agar tulisannya tulus dan lurus. Ini luar biasa menurut saya. Bahkan menulis pun termasuk kegiatan spiritual. 

Pilihan Nh. Dini menghabiskan masa sepuhnya di panti jompo menggambarkan pada saya betapa setiap orang seharusnya nyaman pada dirinya sendiri. Beliau di mata saya adalah seorang eksistensialis sama dengan Pramoedya. 

Mungkin sejatinya setiap penulis adalah seorang eksistensialis. Menjadi penulis berarti memperjuangkan nilai - nilai yang diyakininya benar meski itu subjektif. Yang pasti tanggung jawab moral melekat pada setiap tulisannya. Tanggung jawab moral menghargai dan membela kemanusiaan. Salam.. 



6 comments

  1. Senangnya mbak bisa berjumpa dengan Nih Dini, pastinya beliau sangat menginspirasi ya mbak.

    ReplyDelete
  2. Luar biasa ya Mbaaa
    Sastrawan yg hebat dan menghebatkan!
    Terutama Pramoedya itu, quote yang beliau produksi, sungguh MANTAB!

    ReplyDelete
  3. 2 penulis dengan berbagai mahakarya. Penulis sekaligus filsuf yang juga adalah aset negara dalam dunia literasi di Indonesia. Semoga jejak-jejak yang sudah mereka tinggalkan, akan terus mengilhami para penulis lainnya

    ReplyDelete
  4. Bacaan pada akhirnya turut membentuk sudut pandang ya mba.

    Pengalaman yang mewah sekali karena mba pernah punya kesempatan untuk berjumpa dan berbincang sejenak dengan Nh. Dini.

    ReplyDelete
  5. Wah teh Sugi pernah kerja di Sukabumi
    Kota kelahiranku nih
    Penulis hebat, pak Pram dan NH.
    Dini , saya cuma baca 1-2 buku mereka
    Perlu waktu khusus untuk mencerna

    ReplyDelete
  6. Dua penulis inspiratif yang jadi panutan kita semua yaa beliau ini, mbak. Aih jadi kangen pengen baca buku karya mereka lagi nih~

    ReplyDelete